Ini bakal menjadi tahun keduaku menikah dengannya. Meski pun begitu, aku tidak ingin dunia mengetahui keberadaanku. Alasannya, simple, karena aku tidak ingin merusak karir suamiku. Tapi, selama kami menikah, aku sudah dua kali mengecewakannya. Aku geguguran. Fonis dokter, aku punya miom di rahimku. Pilihan jatuh padaku waktu itu adalah, rahimku diangkat atau rahimku tetap dipertahankan tapi dengan skala kecil memungkinkan aku bisa mempertahankan kehamilanku.
Tapi aku harap, kami akan tetap baik-baik saja, meski akhir-akhir ini Jiyoung sering menghabiskan waktu di studio kantor YG Entertaiment. Setiap malam aku menunggunya sampai tertidur di ruang tivi. Begitu bangun, aku sudah berada di kamar dan Jiyoung tertidur pulas di sampingku. Aku segera menyiapkan sarapan untuknya. Tapi, setelah itu, aku harus pergi bekerja. Ya, aku hanyalah pegawai biasa di salah satu perusahaan swasta. Ini yang aku sedihkan, aku hanya bisa melihatnya ketika pagi hari aku bangun hingga aku beres-beres dan pergi kerja. Itu pun, dia tertidur dengan pulasnya.
Sudah dua minggu berlalu. Aku menunggu balasan dari Jiyoung. Baru saja aku mengirimkan pesan singkat padanya, "oppa, kau bisa menjemputku? aku masih di depan kantor saat ini". Dua jam berlalu, tidak ada balasan. Aku mulai kesal. "Oppa, kenapa kau tidak membalas smsku?" ucapku pada Jiyoung saat dia mengangkat telponnya. Itu pun entah telponku yang keberapa, setelah sekian kalinya dia mengabaikannya.
"Aduh, maaf kan aku. Aku sedang merancang musik untuk album come back BIGBANG. Ada apa?" tanyanya, meski ya aku akui, aku mendengar dentuman musik dari seberang.
Aku menghela nafas, "Tidak usah, aku tadinya ingin makan malam denganmu dan memintamu menjemputku. Ternyata kau sedang sibuk. Maafkan aku, oppa."
"Ah, tidak, aku yang meminta maaf. Aku janji, lain kali, kita akan makan malam di luar dan aku akan menjemputmu. Bagaimana?"
Aku tersenyum kecil, hatiku terasa ngilu, selalu begitu. "Arasho, oppa..." kemudian aku mengakhiri komunikasi.
Kupandang langit sore. Ada beberapa awan gelap yang nyaris menyerupai warna langit saat itu. "Apa aku ke studio saja, ya? Mungkin itu ide yang bagus!" Aku pun tersenyum, menunggu bis dengan riangnya.
Aku mengambil nafas panjang dari hidung dan menghembuskannya dari mulut. Baiklah, sekotak donat di tangan kiriku dan dua gelas ekspreso hangat di tangan kananku. Sudah lama aku tidak ke kantor YG. Aku tersenyum saat Hyu Jin, salah satu pegawai YG yang bertugas di balik meja information-yang berada tepat setelah kita memasuki pintu masuk YG, tersenyum melihatku. Benar, hanya beberapa orang dalam YG yang tahu kalau aku ini ada hubungan dengan Jiyoung. Entah asisten baru atau menejer baru. Itulah yang mereka kira. Tapi, hanya sedikit dari mereka yang tahu kalau aku ini istri dari Kwon Jiyoung, ketua boyband kenamaan korea bahkan dunia, BIGBANG.
Pintu studio Jiyoung terbuka sedikit. Aneh, malam itu lantai tiga sudah sangat sepi. Tapi, aku bisa mendengar suara tawa Teddy appa yang menggelegar. Mereka sedang berdua saja kah di sana? Aku mempercepat langkahku, dan baru saja aku berada di dekat pintu, aku mendengar pembicaraan mereka.
"Jadi, kenapa kau terus sibuk sendiri di sini? Bagaimana dengan istrimu, Jiyoung-a?" suara Teddy appa, tapi aku bisa merasakan degup jantungku yang semakin cepat.
"Entahlah. Hyung...aku bisa bercerita sesuatu padamu?" suara Jiyoung terdengar serius. Aku menajamkan telingaku.
"Ada apa? Kenapa kau begitu serius menatapku?"
"Aku merasa menyesal telah menikah, hyung..." DEG! Aku membelalakkan mataku, kedua tanganku gemetar tapi tetap menggenggam erat bawaanku, yang tadinya nyaris kujatuhkan.
"Kenapa kau ini? Apa yang terjadi?" Teddy appa terdengar sangat kaget, "Ini seperti bukan Jiyoung yang kukenal!"
"Aku tahu, Michy gadis yang baik, perhatian, sayang dan mencintai diriku. Tapi aku merasa, mungkin aku telah salah ambil jalur dengan menikah. Kurasa diusiaku saat ini, aku butuh waktu untuk menjadi sendiri, hanya aku dan musikku..."
Aku hanya terdiam, terpaku. Jantungku berdebar dengan cepat, rasanya ingin aku menangis hanya saja, aku masih memaksakan diriku untuk tetap mendengar pembicaraan mereka.
"Kau tidak sedang bercanda, kan?" suara Teddy appa terdengar sedikit ragu-ragu.
"Tidak, hyung. Aku, serius. Aku ingin sendiri saat ini..."
DEG! Aku berusaha mengatur nafasku lalu memutar tubuhku dengan sisa kekuatan yang kumiliki dan berjalan menjauhi ruangan Jiyoung. Ucapan Jiyoung terus terngiang di benakku, dia ingin sendiri, dia tidak ingin bersamaku dan dia menyesal telah menikahiku. Aku benar-benar orang yang tidak berguna. Aku...
"YA! MICHY!" Aku tersentak mendengar namaku dipanggil suara yang tidak asing lagi bagiku. Begitu kusadari, aku sudah berada di lantai satu dan nyaris saja meninggalkan gedung YG. Aku berbalik, Seungri yang memanggilku. Dia yang tadinya berada di depan lift, jalan mendekatiku, "Ya! Kau ini kenapa? Aku sudah memanggilmu dari tadi."
Aku mengerjapkan kedua mataku, mengangkat kepalaku dan menatap Seungri sambil tersenyum ceria, "Maafkan aku, aku tadi sedang memikirkan pekerjaanku. He-he-he. Oppa mau ke studio?"
"Kau ini. Ah-iya, ada hal yang ingin kudiskusikan bersama Jiyoung dan Teddy hyung. Kau tahu sendirilah, mereka berdua adalah produser untuk album soloku tahun ini. Kau sendiri?"
"Oh, a-aku, tadi dari atas kok, oppa" aku melihat ke sekitar sebentar, mencari ide untuk sebuah alasan, otakku kacau, "Teddy appa dan Jiyoung oppa keliatannya sedang asik berbicara, jadi, aku tidak ingin menganggu mereka. Oh, ini..." dengan tangan gemetar aku menyerahkan bawaan dikedua tanganku pada Seungri, dia terlihat bingung sebelum aku menjelaskannya, "Tadi aku pulang dari kantor membawakan ini untuk Jiyoung oppa, tapi ya..karna dia sibuk, aku tidak berani mendekatinya. Kuharap...kalian bersama-sama bisa menikmatinya, maaf hanya ada dua gelas ekspreso..."
Seungri tersenyum, "Astaga, kau ini baik sekali. Tidak apa-apa. Terima kasih. Lalu, apa karena ini mulai memasuki musim salju kedua tanganmu menjadi gemetar seperti itu?" aku terbelalak dan memperhatikan kedua tanganku. Sial. Seungri memperhatikannya!
"Pakailah sarung tangan untuk menghangatkannya, oke?" kemudian dia tersenyum ramah, sama seperti biasanya. Polos. Aku jadi geli dan tersenyum dengan tawa kecil, mengangguk kepadanya, "ne~"
Baru saja Seungri akan membalikkan badannya, aku menangkap tangannya, "Oppa, aku boleh minta tolong?"
"Apa itu?"
Aku melepas tanganku pada tangan Seungri, perlahan kemudian tersenyum lebar, "Tolong sampaikan pada Jiyoung oppa, ehmm..." hatiku terasa ngilu, bahkan sebelum kuucap sekali pun, hatiku terasa sangat ngilu. "Katakan padanya, selamat tinggal, Jiyoung oppa."
"Ah, baiklah. Akan kukatakan itu padanya."
Ingin rasanya aku menangis, tapi aku masih cukup kuat untuk menahan air mataku, "Kau...ha-harus, mengatakannya dengan tersenyum. Seperti ini!" ucapku sambil memasang senyum yang kubisa.
"Ara-ara. Aku mengerti Michy, pasti akan kusampaikan begitu. Aku sudah kebelet pipis, maaf Michy, aku pergi dulu ya, bye~" kemudian Seungri masuk ke dalam lift.
Aku tersenyum pahit, "Maksudku...benar-benar selamat tinggal, oppa..."
No comments:
Post a Comment