Aku terpana menyaksikanmu yang berada di atas panggung. Malam itu tidak begitu terang, tapi bisa kupastikan tatapanku malam ini hanya untukmu.
Kau dan bandmu turun dari panggung setelah membawakan tiga lagu. Vokalis bandmu merangkulmu sambil memuji penampilanmu beberapa menit yang lalu, aku bisa mendengar semuanya jelas karena kalian berlalu di dekatku.
Langkahmu terhenti, begitu juga dengan teman-temanmu. Kau berbalik, menatap lurus padaku, seolah-olah kau mengenaliku.
Aku tersenyum, tapi itu tidak akan mungkin.
"Lu liatin apa?" tanya Daus, vokalis bandmu.
Kau masih terdiam dengan tatapan yang mengarah padaku, "entahlah. Gue cuma berasa ada yang memperhatikan daritadi.."
"Jangan horor ah lu. Udah ah, gue duluan, nyusul anak-anak. Horor lu Jo!" Daus pun berjalan meninggalkanmu, membiarkanmu di sana yang masih menatap lurus padaku.
Aku tersenyum, seperti inikah kau, enam tahun yang lalu? Seperti inilah dirimu tiga bulan sebelum berkenalan denganku?
Sayang, hanya aku yang bisa berjalan kembali menyusuri waktu.
Kau berjalan perlahan, mendekat padaku. Kau terdiam. Jarak kita sudah tidak ada lagi. Aku menyandarkan kepalaku di dadamu dan melingkarkan kedua tanganku di pinggangmu.
Malam itu dingin. Yang kupeluk adalah kau, tapi kita tak pernah bersatu. Setidaknya, aku tahu itu, karena pelukanku tak pernah terbalaskan, sejak kau putuskan untuk membuatku sadar, aku hanyalah bayangan semu.
No comments:
Post a Comment