Saturday, June 8, 2013

A Letter To Heaven

  Hey, grandma. How are you? Still singing the song you used to sing beside me? Teehee...by the way, i wrote this because I've found our old pics and the playlist on my mp3 just like the backsound of the pics. It's totally take me to the place when it taken.

  Nek, masih ingat kejadian di Cibubur? Ketika kau menyanyikan sebuah lagu, katamu lagu itu lagu yang harus dinyanyikan saat perjalanan menuju sawah ketika penjajahan Jepang dan aku merekamnya dengan ponselku. Aku masih ingat tawa kesal dan malu-malu darimu saat kuperlihatkan hasil rekaman itu pada keluarga besar. Kau mengomeliku, tapi aku tertawa. Ya, itu hanya omelan karena kejahilanku, seperti biasanya.
  Nek, apa kau ingat, saat kita berdua berada di rumahmu. Semua terasa kosong. Hanya kita berdua di ruang tamu dan kau menatap langit malam yang hitam dengan tatapan kosong, pula. Kau menyanyikan lagu yang membuatku sedikit sedih. "Saya mau ikut Yesus." Kau tau, aku belum siap kehilanganmu, sejak saat kau menyanyikan lagu sedih itu.
  Nek, apa kau juga masih ingat, saat aku bediri di sebelahmu. Aku terlihat bahagia dengan pertumbuhanku. Ya, seiring waktu berjalan, tinggiku semakin melewatimu. Aku ingat sekali, bagaimana aku meledek dirimu yang hanya beberapa senti di bawahku. Nek, maafkan aku, aku memang terlalu jahil dan nakal padamu.

  Waktu terus berlalu, kesehatanmu menurun. Aku benci harus menghadapi masa-masa itu. Masa dimana aku harus menggenggam tanganmu yang dingin. Menatap kau yang tak berdaya di atas tempat tidur. Kemana sosokmu yang biasa kutemani tidur? Kemana sosokmu yang tertawa saat aku membual dan melakukan kejahilan demi kejahilan? Kenapa sosok lemah itu yang harus kusaksikan?
  Maafkan aku nek, saat kau keluar masuk ruang unit gawat darurat, aku tidak memperlihatkan batang hidungku. Itu karena aku takut. Aku takut, aku terlalu pecundang untuk ruangan kecil namun mengerikan itu. Aku benci ruangan itu.

  Kau masih suka buah kelengkeng kan, nek? Aku pun masih membencinya. Kau tahu, itu semua karena dirimu. Coba saja waktu itu kau tidak melahap buah kecil yang nyaris menyerupai buah duku itu, di depanku dan memaksaku mencobanya, mungkin aku biasa saja dengan buah itu. Tapi kini, mencium bau buah itu saja aku tidak kuat. Buah itu, selalu mengingatkanku akan dirimu, nek.
  Aku juga ingat saat awal aku berada di kota ini dan kudengar kabar jika kau masuk rumah sakit lagi. Jantung koroner. Penyakit mematikan itu bersarang di tubuhmu entah sejak kapan. Itulah yang menjadi alasanmu terus menerus ke rumah sakit karena kondisimu yang kadang baik dan kadang buruk bahkan sangat buruk.
  Pagi itu, aku membuka website, pengumuman kelulusan ujian tertulis masuk universitas, aku lulus. Aku segera menelpon memberi kabar. Ternyata, setelah mendengar kabar itu, kau membaik. Kau bilang, itu kabar baik yang membuatmu ikut merasa baik dan sehat serta cukup kuat untuk keluar dari rumah sakit. Bahkan dokter yang memeriksamu, mengakui itu. Kau tahu nek, seberapa bahagianya aku mendengar itu?


  Aku juga masih ingat permintaan konyolmu, ketika aku masih duduk di bangku sma. Kau memintaku untuk menikah. Waktu itu aku hanya tertawa dan berkata kalau kau hanya mengada-ada. Tapi sebenarnya aku sedih, karena kau selalu mengingatkan usiamu tak lagi panjang. Tidak kah kau penasaran siapa yang akan menikahiku nanti, nek?
  Aku juga masih ingat dengan jelas, suaramu dari seberang. Itu terakhir kalinya aku mendengar kau dengan suara khasmu memanggilku dengan sebutan 'sayang'. Siang menjelang sore itu, aku sedang berada di kamar teman kosku. Kau menelponmu. Tumben sekali. Kau bilang, kau merindukanku. Aku hanya tersenyum dan berkata hal yang sama. Kau menasehatiku, seolah-olah memang itu waktu terakhirmu. Aku benci itu. Aku dengan santainya berkata 'ya nek, ya nek' dan 'ya nek' tidak terlalu menghiraukan ucapanmu. Aku bodoh ya, nek.

  Tepat hanya seminggu setelah itu, aku mendapat kabar kau masuk rumah sakit lagi. Kali ini, kondisimu benar-benar memburuk. Malam itu. Aku mendengar kabar, kau telah pergi untuk selamanya. Selamanya dan tidak akan pernah kembali lagi meski aku berteriak memanggilmu dalam tangisku, berteriak memanggilmu dengan suaraku yang terisak-isak. Kau tidak akan pernah kembali lagi.

  Nek, kau adalah sosok yang aku kagumi, sayangi dan tidak akan pernah bisa lepas dari kehidupanku. Terima kasih untuk pelukan hangat yang kau berikan. Terima kasih untuk senyuman, tawa, ocehan, canda, dan semua emosi yang pernah terluapkan. Terima kasih untuk segala hadiah yang kau berikan. Terima kasih atas waktu hidupmu yang telah ada untuk mengisi hari demi hari sejak aku belum mengenal dunia dengan jelas hingga menemani aku bertumbuh dan beranjak dewasa.
 
  "When will i see you again, grandma? You don't know how much i miss you. Grandma, i love you."




To : My lovely grandma
From :  Your dorky, weird, noisy, and cutie grandchild


No comments:

Post a Comment