Thursday, December 26, 2013

Friday, December 20, 2013

Shadow

Aku terpana menyaksikanmu yang berada di atas panggung. Malam itu tidak begitu terang, tapi bisa kupastikan tatapanku malam ini hanya untukmu.

Kau dan bandmu turun dari panggung setelah membawakan tiga lagu. Vokalis bandmu merangkulmu sambil memuji penampilanmu beberapa menit yang lalu, aku bisa mendengar semuanya jelas karena kalian berlalu di dekatku.
Langkahmu terhenti, begitu juga dengan teman-temanmu. Kau berbalik, menatap lurus padaku, seolah-olah kau mengenaliku.
Aku tersenyum, tapi itu tidak akan mungkin.

"Lu liatin apa?" tanya Daus, vokalis bandmu.
Kau masih terdiam dengan tatapan yang mengarah padaku, "entahlah. Gue cuma berasa ada yang memperhatikan daritadi.."
"Jangan horor ah lu. Udah ah, gue duluan, nyusul anak-anak. Horor lu Jo!" Daus pun berjalan meninggalkanmu, membiarkanmu di sana yang masih menatap lurus padaku.

Aku tersenyum, seperti inikah kau, enam tahun yang lalu? Seperti inilah dirimu tiga bulan sebelum berkenalan denganku?

Sayang, hanya aku yang bisa berjalan kembali menyusuri waktu.

Kau berjalan perlahan, mendekat padaku. Kau terdiam. Jarak kita sudah tidak ada lagi. Aku menyandarkan kepalaku di dadamu dan melingkarkan kedua tanganku di pinggangmu.

Malam itu dingin. Yang kupeluk adalah kau, tapi kita tak pernah bersatu. Setidaknya, aku tahu itu, karena pelukanku tak pernah terbalaskan, sejak kau putuskan untuk membuatku sadar, aku hanyalah bayangan semu.

Monday, December 16, 2013

Evol

Tutup mata, tutup hati
Tak ingin jatuh cinta lagi
Jika kutahu, kuhanya seorang diri.

Saturday, December 14, 2013

Hey, You There...

It's been a long time, but i still feel the same.

Terjebak disatu kata yang terdiri dari lima huruf, tapi hanya perasaan sepihak itu...menyedihkan.

Rindu, apalagi karena kata ini menyimpan banyak kenangan dan rasa yang sama sedari dulu. Menurutmu, apa mustahil untuk menghapusnya dariku? Jika iya, seharusnya aku sudah bisa melakukannya dari kau pergi.

Ini bukan pertama kalinya aku mengaku rindu. Tapi ini pertama kalinya, aku terjebak untuk waktu yang sangat lama. Tidak adil, bukan?

Kau itu bukan orang yang romantis memang, sama sekali bukan.
Kau juga bukan orang yang terlalu peduli pada sekitarmu.
Kau juga memiliki ego yang terkadang membuatku geram setengah mati.
Kau juga bukan orang yang memiliki perasaan yang sama denganku, lagi.

Kau adalah orang yang berhasil membuatku jatuh bertekuk lutut hanya dengan senyumanmu, mata cokelatmu, rambut ikalmu yang lembut, genggaman erat tanganmu, pelukan hangatmu, dan kecupan mesra darimu. Meski tanpa kata, tapi itu cukup membuatku merindu. Rindu semua tentangmu, tentang kita, dulu.

Sekarang?
Aku ini siapa?

Aku hanyalah gadis yang menanggung rindu ini sendirian.
Aku hanyalah seorang gadis yang masih terpaku dengan cerita lama bertajuk kita,
dan aku hanyalah seorang gadis yang sudah tak lagi menghiasi hati dan harimu


Thursday, September 19, 2013

Friend in a Mask

  Kita tertawa, saling bercerita
  Terdengar santai, terlihat akrab
  Semua terasa sangat indah karena kita terus bersama
  Sangat dan sangat, sampai aku benar-benar tidak ingin itu berakhir

  Tapi, belakangan aku tahu semua
  Apa kau merasakannya juga?
  Apa kau menciumnya pula?
  Wangi manis yang dulu kau tebar di sekitarku
  Kini berubah entah seperti bau apa, yang menyengat ini

  Kau di sana saat aku tertawa
  Kau ikut menikmati juga ketika aku bersenang-senang
  Lalu kemana kau, saat aku membutuhkan bantuanmu?
  Ketika aku tertatih kala itu,
  Aku melihatmu memamerkan senyuman palsu itu
  Kemudian berjalan meninggalkan aku

Wednesday, September 4, 2013

First Met, S

  Gue yang melihat dia pertama kali. Cowok yang duduk di pojokan kafe dengan beberapa orang temannya. Mereka terlihat tertawa satu sama lain, topik pembicaraan mereka pasti asik banget. Itu yang gue simpulkan. Tapi yang menarik gue untuk terus melihat adalah dia.
  Cowok yang memiliki tato yang sama di leher kiri dan telapak tangan kanannya. Burung merpati. Apa ada makna di balik itu? Entahlah, gue enggak yakin. Yang pastinya gue yakin, mata gue enggak bisa lepas memandangi dia. Sampai ketika gue tersentak karena mata kami bertemu. Gue yang tadinya sambilan minum soda gue, tersedak. Mana dua teman gue masih di toilet. Foto-foto kali. Biasalah, kebiasaan remaja menuju dewasa mah begitu, masih ababil di negara kita. Gue akui itu. Oke, balik lagi.
  Gue meletakkan gelas gue dan ngambil tisu di tas. Buru-buru ngelap mulut kemudian celana gue yang tadi kena tumpahan soda. Perlahan tapi pasti, sambil ngelap celana gue berusaha melirik cowok tadi. Gue bersyukur begitu datang ke kafe ini, gue gerai rambut. Soalnya dari di mobil temen gue tadi, gue cepolan mulu. Jadinya gue bisa mengintip di balik rambut kalau begini. Gue lirik, lirik dan DANG! He's gone. Gue kaget. Berhenti melap celana gue dan mengangkat kepala gue, memastikan. Yup, cowok itu udah enggak duduk di sana lagi. Teman-temannya masih di sana. Tapi hanya beberapa.
  Rasa kecewa menyelubungi gue, mungkin cowok tadi sudah cabut sama salah satu temannya. Sial. Gue mendengar langkah kaki, "Lama ama..t...sih..." DANG! Waktu gue berbalik yang gue dapati bukan dua teman gue tapi cowok tadi dengan temannya sedang berjalan nyaris melewati bangku gue. Mereka masing-masing membawa gelas minuman. Mereka terdiam di posisi. Damn, damn, damn! Gue ngegigit bibir bawah gue, enggak berani memalingkan wajah dan terus menatap mereka dengan tatapan "mampus gue-mampus gue" gitu.
  Temen cowok itu ngelirik cowok itu, seolah tatapannya bilang "ini orang ngomong ke kita? kita kenal emang?" dan semuanya terjadi begitu cepat. Gue langsung berdiri dan bilang, "Maaf mas, maaf. Saya kira teman saya?"
   "Lu kenapa?' DANG! Dua temen gue muncul dari belakang dan penampilan mereka jauuuuhhhh lebih rapi plus wangi dari sebelumnya. Abis nyalon kayaknya tuh makhluk berdua di toilet. Teman-teman gue langsung menghampiri gue dan berdiri di sebelah gue. Kayak bodyguard gitu. "Ini ada apa ya?" tanya salah seorang teman gue yang ceritanya enggan disebut namanya. Berasa kayak berita kriminal.
  "Kayaknya cuma ada salah paham aja ini." Temen cowok itu tersenyum sok ramah, menurut gue. Atau memang dia sebenarnya, ramah? Entahlah. "Kalau gitu, kami pergi dulu. Permisi." Dia menarik lengan cowok itu. Ketika mereka jalan tepat di depan gue, cowok itu berhenti. Gilak broh, gue yang udah pakai wedges dua belas senti aja dan berdiri gini masih sedadanya doi! Tinggi bet dah. Cakep pula lagi, meski jarak tiga puluan senti begini.
  Cowok itu menatap gue dengan tatapan pasti, "Daritadi lu liatin gue, kan?"
 DANG BRO, DANG!!! Sekejap suasana hening. Sebenarnya masih ada tawa dan suara bincang-bincang para pengunjung kafe, bahkan suara musik juga ada. Sayangnya, gue langsung membatu dan enggak ngedengerin suara apa pun.
  Dia ngedapetin gue ngeliatin dia daritadi dong berarti! Trus pasti dia ngira gue penguntit abis. Udah dah, udah. Rasanya saat itu gue berasa di...
   "Atau gue yang kegeeran?" kemudian cowok itu berkata lagi, membuat temannya tertawa lalu jalan mendahuluinya. Juga membuat gue tersadar. Gue enggak salah dengar, kan? Cowok itu tersenyum pada gue, "Gue becanda kok." katanya sebelum dia  berjalan melewati gue dan teman gue menuju ke bangkunya, dan gue rasa temannya yang tadi langsung cerita karena sesekali mereka melihat ke arah meja gue.
  Dua teman gue langsung introgasi gue untuk menceritakan kronologi kejadian yang sebenarnya, seolah tidak mau kalah dengan meja yang sudah ramai dengan tertawa di ujung sana. Tapi waktu gue bercerita untuk kedua teman gue, gue mencuri pandang pada cowok itu. Dan hampir seperti dugaan gue, dia memang melihat ke arah gue. Sambil minum minumannya, disela-sela senyuman manisnya untuk gue. Dengan kaku, gue bales senyuman itu.
The beginning of Sept...i'm good.

Saturday, August 31, 2013

Time Capsul

Hey! How are you? How's life? Still going on and on or, yeah you know. LOL, just kidding!

  Sudah tiga tahun kurang lebih kita terpisahkan. Jarak dan waktu. Masih terikat dengan masa lalu atau sudah melupakan semuanya? Aku? Aku masih menyimpan semuanya dengan sangat rapi. Semua tawa, canda, amarah, tangis, dan rasa rindu ini masih tersimpan rapi di kotak memori dan hatiku.
  Mungkin waktu itu tidak akan pernah bisa kita putar kembali di dunia nyata, tapi percaya padaku jika kau masih memilikinya seperti aku memilikinya pasti kita bisa terus memutar ulang semuanya. Seperti kita menonton video yang kita rekam dan terus memutarnya.

  Seragam putih abu-abu itu tidak bisa kita kenakan lagi ya? Hahaha...apalah artinya jika kita hanya mengenakannya masing-masing, kalau tidak berkumpul bersama lagi. Aku tanpa kau, kosong. Aku selalu ingin berada terus bersamamu. Terus dan terus. Sama seperti masa kita mengenakan seragam itu. Sama seperti ucapan kita kala itu.

  Jujur saja, aku benci ketika aku kembali sebagian darimu tidak ada di sini. Ketika kita berkumpul, kita tak sempurna. Kita tidak seluruhnya bersama. 

  Aku ingin kembali ke masa dulu. Dimana kita duduk bersama, mengerjakan tugas bersama, menjalani setiap harinya bersama tanpa merasa bosan sedikit pun, bahkan bercerita ria meski pun dengan cerita yang sama.
  Aku ingin kembali ke masa dulu. Dimana waktuku adalah waktumu, dimana jarakku dan jarakmu bisa kita hapus begitu saja. Dimana masa itu benar-benar ada.

  Time capsul, jadi kapan kita benar-benar akan melaksanakannya? Kurasa ini sudah hampir lima tahun sejak kita berencana akan membuat time capsul dan menguburkannya di sudut sekolah. Hm...apa kau mengingat itu? Aku masih terus menunggu waktu untuk kita benar-benar bersama dan membuat time capsul. Menguburkan semua impian kita untuk masa depan kita masing-masing kemudian menggalinya bersama-sama dan melihat apakah kita berhasil membuat impian kita menjadi nyata.



  Pimzgirls, this is me...fani, i miss you girls. I miss you a lot for all this time. I miss all our old time, when we're together all the time.

Saturday, August 17, 2013

Apak

    Laki-laki yang dulunya tinggi tegap, berkulit putih bersih, bola mata kecoklatan, dan berpendidikan. Aku lihat piagamnya yang tergantung rapi di balik pigura, jelas dia adalah seorang yang menekuni bangku kuliah jurusan kimia di Padang dan benar-benar berprestasi.
  Pada masa itu, wanita mana yang tidak jatuh kedalam pelukannya? Sayangnya, ketika dia menjatuhkan hatinya pada seorang wanita, wanita itu tidak ingin menangkapnya. Bisa kubayangkan hancur hatinya kala itu. Butuh waktu yang lama baginya untuk siap menjatuhkan hatinya lagi.
  Begitu hatinya menjatuhkan pilihan pada seorang gadis yang berbeda suku dan agama dengannya, banyak tentangan yang didapatnya, meski mereka saling mencintai sekali pun. Bahkan dari ibunya sendiri. Jelas, dengan berat namun patuh, dia memilih ibunya. Mungkin itu akhirnya mengapa dia memilih untuk menjalani hidupnya tanpa memiliki siapa pun menjadi pasangannya.

  Perlahan, waktu mulai merengut tubuh tinggi tegapnya, kulit putih bersihnya dan sinar dari bola mata kecoklatan itu. Yang mulai kukenal senyuman ramah, suara yang memanggil akrab para keponakan yang bertumbuh di sekitarnya, bahkan sifat isengnya. Bagaimana dia mengajarkanku tentang lingkungan di sekitarku, usiaku kala itu empat atau lima tahun, aku ingat itu. Bagaimana dia memarahi adik-adiknya, yang adalah orang tua kami, ketika mereka mulai bersikap berlebihan mengatasi kami, para ponakannya. Bagaimana dia bersikeras tidak ingin dipanggil Paman, melainkan Apak, yang artinya Ayah dalam bahasa daerahku. Bahkan dia tidak akan menghiraukan kami ponakannya jika kami iseng memanggilnya dengan sebutan Paman.
  Aku masih ingat bagaimana masa ceria itu kita lewati, dan memang sangat cepat. Secepat dia merasa kesepian ketika ponakannya tidak lagi bertumbuh di sekitarnya. Masa remaja merebut kami dari sisinya. Kami tak lagi sering bermain ke sana, rumah nenek. Ya, dia tinggal bersama nenek. Seolah-olah nenek tidak ingin kehilangannya setelah kecelakaan yang pernah nyaris mengundang malaikat maut menjemput anak laki-laki pertamanya itu dari sisinya.
  Apak menyibukkan dirinya dengan teman-temannya di kedai kopi. Sekedar bercerita masa lalu di sana, atau mengisi waktu kosongnya yang tidak lagi seramai ketika ponakannya berlari ke sana kemari. Makanya, saat aku pernah berkunjung ke rumah nenek, aku tidak bisa bertemu dengan Apak. Ketika aku pergi, mereka bilang Apak kembali.
  Tak hanya sampai di situ. Setelah melewati masa remaja, ponakannya terus bertumbuh menjadi dewasa. Ada yang meninggalkan kampung halaman untuk merantau dan ada pula yang membangun rumah tangga membentuk sebuah keluarga. Waktu benar-benar merebut semuanya dari sisinya. Bahkan kesehatan nenek yang membuat nenek harus di rawat di rumah sakit atau di rumah anak bungsunya, agar dia benar-benar diperhatikan pola hidupnya. Apak pasti sangat merasa kesepian.

  Rumah itu, terakhir kali aku mengunjunginya, sudah tidak hidup seperti dulu lagi. Rumah itu kini dingin, sangat dingin. Tidak ada lagi tawa ceria, tangisan manja, keisengan, tidak ada lagi yang terasa hidup di sana. Terlebih lagi, karena Apak tidak lagi ada. Ketika Tuhan memutuskan untuk memanggilnya kembali, menyusul kepergian nenek setahun yang lalu dan sepupuku awal tahun ini. Semoga di sana, Apak berkumpul bersama anggota keluarga lainnya, tidak lagi merasa kesepian.


  Rest in peace, Apak. You'll forever stay in our memories. Never be forgotten.
  23 November 1960 - 10 August 2013
  

Dear someone

  Aku merindukannya dan tetap merindukannya. Membiarkan angin mewakiliku untuk menyentuhnya. Membiarkan matahari mewakiliku untuk bersamanya. Bahkan membiarkan awan mewakiliku untuk mengiringinya.

  Aku merindukannya sebanyak aku menyebutkan namanya dalam ceritaku. Seperti huruf vokal di setiap kata. Seperti tanda baca di setiap kalimat. Seperti itulah kenyataannya.
 
  Aku merindukannya. Meski rindu ini sakit, meski rindu ini menyepi, meski rindu ini hanya milikku sendiri, aku tetap merindukannya.

  Tidak, dia tidak jahat. Hanya saja, dia terlalu baik untuk membalas rinduku. Rindu yang seharusnya tidak perlu kuberikan cuma-cuma untuknya. Rindu yang seharusnya ada ketika dulu saja, bukannya rindu yang terus kubawa sampai saat ini.
  Ah, sudahlah. Terlalu bohong jika membiarkan waktu yang menghapus atau membalas rindu ini.

  Buatmu, ya memang kamu, selain kamu tidak ada orang yang membuatku merindu sampai seperti ini.

Wednesday, August 7, 2013

Friday, June 21, 2013

Dandelion

     
Dandelion



  Katanya, dandelion hanyalah tumbuhan liar. Tapi bagiku, mereka itu ibarat pesan dan angin sebagai pengantarnya. Mereka bukan sekedar 'hanyalah tumbuhan liar'.
  Apa kau percaya, sewaktu kecil aku sering mendapat dandelion. Membiarkannya terbang mendekat dan datang padaku. Entah itu di tanganku atau di bahuku.

  Lalu pesan apakah yang dibawanya bersama angin?

  Pesan apa pun. Pesan yang mungkin dibisikkan padanya oleh seseorang sebelum dia dihembuskan atau mungkin pesan yang terselip saat angin membawanya terbang melalui beberapa tempat.

  Lalu jika dia terhempas?

  Meski dia terhempas sekali pun, asalkan kau percaya, pesan itu pasti akan tersampaikan.
  Oh ya, apa kau perrnah mendengar hal ini sebelumnya? Dandelion, pembawa pesan.

  Aku belum pernah mendengarnya, tapi mungkin aku pernah merasakannya.

  Benarkah?
  Jika kau ingin menyampaikan pesanmu melalui dandelion, sebelum menghembuskannya bersama angin, kau bisikkan pesanmu atau kau bisa berkata padanya dari dalam hatimu. Katakan apa yang ingin kau titipkan bersamanya.
  Lalu, jika kau menyadari ada dandelion yang terbang ringan mengarah padamu, terlebih lagi ketika kau menangkapnya, coba kau rasakan pesan apa yang ada di sana, dengan hatimu.

  Kalau begitu, bolehkah aku mengirimkan pesan itu, sekarang?

  Boleh. Pesan apa yang ingin kau kirim melalui dandelion?

  Aku ingin mengirim pesan kepada matahari, apakah hujan masih sering menganggunya?
  Aku rindu matahariku.

    
my message


Monday, June 10, 2013

Wind

  Cinta itu seperti angin di musim panas. Sebentar, sepoi-sepoi, hilang lalu kemudian datang lagi dan begitu seterusnya. Selalu diharapkan, untuk mengusir rasa gerah dan keringat yang bercucuran. Diharapkan untuk terus ada di sana. Begitu saja, sudah cukup.

  Cinta itu seperti angin di musim hujan. Terus dan terus. Berhembus beriringan dengan dinginnya air hujan, menusuk masuk ke kulit bahkan ke tulang. Membuat tubuh menggigil, takluk dengannya. Berharap dia segera hilang dan begitu saja.


  Ya, bagiku cinta itu seperti angin. Mereka bisa datang dan pergi. Atau bahkan tinggal untuk waktu yang lama jika memang begitu keadaannya. Mau aku memintanya, mengharapkannya atau pun sebaliknya. Mereka juga bisa biasa saja atau semakin menjadi angin yang besar dan kuat, bisa menghancurkan siapa saja yang mendekat pada mereka.

  Jika cinta itu angin, maka kau tahu kan, perasaanku angin yang seperti apa kepadamu?

  Jika perasaanku ini angin, lalu apa perasaanmu?




Sunday, June 9, 2013

I Don't Wanna A Goodbye

 Gadis ini lagi. Aku tersenyum, mendapati diriku terus menyadari keberadaannya. Mereka bilang dia adalah gadis pertukaran pelajar antar negara di sekolah ini. Wajahnya unik, jelas saja aku membiarkan mataku tertarik padanya. Kami satu kelas matematika, kurasa menyapanya bukanlah hal yang buruk. Dia terkejut saat aku menyapanya. Ya, itu terlihat jelas dari sepasang bola matanya yang sedikit membesar di balik kaca matanya. Gadis ini, benar-benar menarikku.
 Setelah itu, aku membiasakan diri untuk menyapanya atau sekedar tertawa kecil untuknya. Dia punya senyum lebar yang hangat, membuatku ingin senyum itu terus ada di sana, untukku. Aku ingat, bagaimana kesalnya dia saat lomba matematika waktu itu. Dia terus mendumal keki, sementara aku tersenyum geli menikmati komentarnya sambil menggambar kertas soalku. Gadis ini semakin menarik.

 Aku tidak tahu apa yang merasukiku. Mengajaknya untuk bertemu di hallway setiap hari selasa, karena aku tahu diwaktu yang sama dia tidak ada pelajaran. Ya, sekedar untuk bertemu dengannya. Sekedar untuk memperlihatkan padanya senyuman manis yang aku bisa. Aku ingin dia melihat jauh kedalam sepasang bola mata biruku, aku benar-benar tertarik padanya.
 Hari itu, sebenarnya hari terburukku di sekolah. Maksudku, moodku. Melihatnya berada di parkiran, membuatku yang baru saja memasuki mobil keluar dan dia sedikit kaget mendapatiku. Dia tersenyum sebentar. Aku tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak memeluknya! Dia hanya diam di pelukanku. Meski pelukan itu hanya sebentar saja, tapi aku bisa merasakan panas yang dikirimkan dentuman cepat dari jantungku ke seluruh tubuh. Apa wajahku memerah? Apa aku...
 Aku melihat ke arahnya, dia menundukkan kepala. Tapi dari balik rambut hitamnya, aku tahu sesuatu. Wajahnya memerah. Bolehkah aku sedikit saja bahagia?


 Rasanya menjadi dekat dengannya waktu terasa begitu cepat berlalu. Hari ini, aku menerima undangan darinya. Acara perpisahan. Damn! Haruskah perpisahan ini ada? Kenapa aku harus bertemu dan dekat jika akhirnya aku dengannya akan berpisah?!
 Aku menendangi dinding kamarku. Tanpa memperdulikan pertanyaan dari ibuku di balik pintu kamarku. Aku kesal. Aku sedih. Aku tidak ingin berpisah dengannya. Apa aku salah?! Apa ini semua salah?!!

 Kupandangi pantulanku di cermin. Aku benar-benar terlihat menyedihkan. Rambut pirangku terlihat berantakan. Mataku seperti tidak ada sinar kehidupan. Siapa orang ini? Kenapa aku seperti ini? Aku menertawai diriku dalam hati. Aku tidak mengenali orang di cermin ini.

 Aku memakai kaos hitam dan celana jeans biru. Ah, tidak. Ini terlalu biasa. Aku mengambil jaket kulit bewarna coklat. Memakainya dan...ini terlihat seperti i-am-hollywood-star-wanna-be. Aku menghela nafas. Melepaskan jaket dan kaos. Sebuah kemeja kotak-kotak yang tergantung sedikit terpisah dari pakaianku yang lainnya di lemari, menarik perhatianku.

 Ini dia. Aku berada di rumahnya. Sudah ada beberapa teman rupanya, yang kukenal. Dia menyambutku dengan senyuman. Boleh aku besar kepala, sedikit? Dia terlihat terpana denganku. Kurasa aku akan memeluknya jika saja hanya kami berdua di sana. Mungkin juga, aku tidak akan melepaskannya.
 Waktu terus berjalan. Aku tidak bisa membiarkan diriku lama dalam perpisahan ini. Aku sedikit bersyukur ibu memintaku pulang lebih cepat karena aku harus menemaninya untuk pertemuan keluarga. Selebihnya, aku merasa menyesal, karena akulah yang harus berpisah duluan darinya.
 Aku menggenggam jemari mungilnya. Matanya yang sedari tadi mulai berkaca-kaca akhirnya terpecah juga. Dia menangis. Dia menatapku seolah seperti memintaku untuk tidak meninggalkannya. 'Hey, sadarkah kau siapa yang akan meninggalkan siapa?' setidaknya aku membalas tatapannya seperti itu. Tapi...aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak menariknya ke dalam pelukanku. Memeluknya dengan sangat erat. Menenggelamkan kepalanya di dadaku. Membiarkan dia mencium wangi tubuhku. Membiarkan dia menangis tanpa melihatku. Aku hanya tidak ingin melepaskannya. Tidak dan tidak.


  'Aku, yakin. Kau pun, begitu.'








Saturday, June 8, 2013

A Letter To Heaven

  Hey, grandma. How are you? Still singing the song you used to sing beside me? Teehee...by the way, i wrote this because I've found our old pics and the playlist on my mp3 just like the backsound of the pics. It's totally take me to the place when it taken.

  Nek, masih ingat kejadian di Cibubur? Ketika kau menyanyikan sebuah lagu, katamu lagu itu lagu yang harus dinyanyikan saat perjalanan menuju sawah ketika penjajahan Jepang dan aku merekamnya dengan ponselku. Aku masih ingat tawa kesal dan malu-malu darimu saat kuperlihatkan hasil rekaman itu pada keluarga besar. Kau mengomeliku, tapi aku tertawa. Ya, itu hanya omelan karena kejahilanku, seperti biasanya.
  Nek, apa kau ingat, saat kita berdua berada di rumahmu. Semua terasa kosong. Hanya kita berdua di ruang tamu dan kau menatap langit malam yang hitam dengan tatapan kosong, pula. Kau menyanyikan lagu yang membuatku sedikit sedih. "Saya mau ikut Yesus." Kau tau, aku belum siap kehilanganmu, sejak saat kau menyanyikan lagu sedih itu.
  Nek, apa kau juga masih ingat, saat aku bediri di sebelahmu. Aku terlihat bahagia dengan pertumbuhanku. Ya, seiring waktu berjalan, tinggiku semakin melewatimu. Aku ingat sekali, bagaimana aku meledek dirimu yang hanya beberapa senti di bawahku. Nek, maafkan aku, aku memang terlalu jahil dan nakal padamu.

  Waktu terus berlalu, kesehatanmu menurun. Aku benci harus menghadapi masa-masa itu. Masa dimana aku harus menggenggam tanganmu yang dingin. Menatap kau yang tak berdaya di atas tempat tidur. Kemana sosokmu yang biasa kutemani tidur? Kemana sosokmu yang tertawa saat aku membual dan melakukan kejahilan demi kejahilan? Kenapa sosok lemah itu yang harus kusaksikan?
  Maafkan aku nek, saat kau keluar masuk ruang unit gawat darurat, aku tidak memperlihatkan batang hidungku. Itu karena aku takut. Aku takut, aku terlalu pecundang untuk ruangan kecil namun mengerikan itu. Aku benci ruangan itu.

  Kau masih suka buah kelengkeng kan, nek? Aku pun masih membencinya. Kau tahu, itu semua karena dirimu. Coba saja waktu itu kau tidak melahap buah kecil yang nyaris menyerupai buah duku itu, di depanku dan memaksaku mencobanya, mungkin aku biasa saja dengan buah itu. Tapi kini, mencium bau buah itu saja aku tidak kuat. Buah itu, selalu mengingatkanku akan dirimu, nek.
  Aku juga ingat saat awal aku berada di kota ini dan kudengar kabar jika kau masuk rumah sakit lagi. Jantung koroner. Penyakit mematikan itu bersarang di tubuhmu entah sejak kapan. Itulah yang menjadi alasanmu terus menerus ke rumah sakit karena kondisimu yang kadang baik dan kadang buruk bahkan sangat buruk.
  Pagi itu, aku membuka website, pengumuman kelulusan ujian tertulis masuk universitas, aku lulus. Aku segera menelpon memberi kabar. Ternyata, setelah mendengar kabar itu, kau membaik. Kau bilang, itu kabar baik yang membuatmu ikut merasa baik dan sehat serta cukup kuat untuk keluar dari rumah sakit. Bahkan dokter yang memeriksamu, mengakui itu. Kau tahu nek, seberapa bahagianya aku mendengar itu?


  Aku juga masih ingat permintaan konyolmu, ketika aku masih duduk di bangku sma. Kau memintaku untuk menikah. Waktu itu aku hanya tertawa dan berkata kalau kau hanya mengada-ada. Tapi sebenarnya aku sedih, karena kau selalu mengingatkan usiamu tak lagi panjang. Tidak kah kau penasaran siapa yang akan menikahiku nanti, nek?
  Aku juga masih ingat dengan jelas, suaramu dari seberang. Itu terakhir kalinya aku mendengar kau dengan suara khasmu memanggilku dengan sebutan 'sayang'. Siang menjelang sore itu, aku sedang berada di kamar teman kosku. Kau menelponmu. Tumben sekali. Kau bilang, kau merindukanku. Aku hanya tersenyum dan berkata hal yang sama. Kau menasehatiku, seolah-olah memang itu waktu terakhirmu. Aku benci itu. Aku dengan santainya berkata 'ya nek, ya nek' dan 'ya nek' tidak terlalu menghiraukan ucapanmu. Aku bodoh ya, nek.

  Tepat hanya seminggu setelah itu, aku mendapat kabar kau masuk rumah sakit lagi. Kali ini, kondisimu benar-benar memburuk. Malam itu. Aku mendengar kabar, kau telah pergi untuk selamanya. Selamanya dan tidak akan pernah kembali lagi meski aku berteriak memanggilmu dalam tangisku, berteriak memanggilmu dengan suaraku yang terisak-isak. Kau tidak akan pernah kembali lagi.

  Nek, kau adalah sosok yang aku kagumi, sayangi dan tidak akan pernah bisa lepas dari kehidupanku. Terima kasih untuk pelukan hangat yang kau berikan. Terima kasih untuk senyuman, tawa, ocehan, canda, dan semua emosi yang pernah terluapkan. Terima kasih untuk segala hadiah yang kau berikan. Terima kasih atas waktu hidupmu yang telah ada untuk mengisi hari demi hari sejak aku belum mengenal dunia dengan jelas hingga menemani aku bertumbuh dan beranjak dewasa.
 
  "When will i see you again, grandma? You don't know how much i miss you. Grandma, i love you."




To : My lovely grandma
From :  Your dorky, weird, noisy, and cutie grandchild


Wednesday, June 5, 2013

A Lil Family

  Gue pernah dulu banget bermimpi, gue punya keluarga kecil. Terdiri dari Gue, suami gue, anak pertama gue cowok dan anak kedua cewek. Keluarga kecil gue itu juga memelihara tiga ekor anjing. 

  Anak pertama gue secara fisik nyaris meniru gue. Mulai dari warna kulit, warna rambut, bibir, bulu mata, dan bola matanya. Sementara rambutnya ikal dan pemikirannya meniru suami gue. (Oke, gue jelasin dulu di sini, gue paling suka sama cowok rambut ikal dikarenakan rambut gue lurus). Anak cowok gue, jago banget main bass dan suaranya oke punya, vokalis dia ceritanya. Karena dimimpi gue enggak mau ribet, gue namain anak gue, Nick.
  Anak kedua gue lebih mirip suami gue. Bentuk lekukan matanya, lentik bulu matanya, bola matanya, hidungnya, kulitnya, bahkan kebiasaannya meniru bokapnya. Yang diambil anak cewek gue dari gue adalah rambut lurus-hitam dan lemotnya gue. Namanya, Eve.

  Nick berusia 17 tahun dan Eve baru memasuki usia 10 tahun. Ya, memang usia mereka terpaut jauh. Tapi, keakraban mereka sama seperti kakak adek pada umumnya. Moment yang gue senang, ketika melihat anak-anak gue tumbuh dengan sehat dan sempurna. Nick yang semakin lama semakin bertambah tinggi dan bahkan diumur semuda itu dia sudah setinggi suami gue, eh lewatin bahkan. 
  Oh iya, ketika berkeluarga, gue jago masak loh. Jadi, gue enggak ngebiarin anak-anak gue bete nungguin dapur dengan perut laper atau pun ngebiarin suami gue pulang kecapean lalu kaget liat enggak ada makanan di rumah.
  Setiap jumat, gue selalu belanja bersama Eve. Selain untuk memasak, gue juga nyiapin cemilan dan makanan kecil. Jadi, kalau ada tamu, gue enggak perlu repot-repot keluar beli makanan atau sekedar untuk kita cemil bersama sambil menonton televisi di ruang tamu. Kalau pun liburan tiba, gue selalu ngebujuk suami gue untuk menyisihkan waktunya supaya kita bisa bersama-sama. Minimal piknik, gitu. Dan meski pun gue dan suami sudah memiliki Nick dan Eve, gue tetap adain malam minggu, meski terkadang Eve join kita berdua. Kalau Nick, udah nyamperin ceweknya (yang terkadang berganti nyaris setiap tiga bulan sekali). *Ckckck anak cowok gue playboy mampus yak kayaknya :|*

  Awalnya, mimpi memiliki keluarga kecil diusia muda adalah hal yang menyenangkan. Itu pemikiran gue dulu. Bisa bayangin dong, usia 38 tahun dan anak gue 17 tahun. Itu usia yang tidak begitu jauh. Jika tidak ada halangan dan tetap sehat, gue masih bisa menikmati cucu gue meski usia gue masih terbilang muda untuk seorang nenek. 
  Tapi, seiring waktu, gue ngerti. Memiliki sebuah keluarga itu adalah impian semua orang. Entah mau cepat atau lambat, tapi minimal elu harus siapin mental dan hal-hal lainnya untuk kedepannya.

  Jika ditanyakan lagi, apa gue siap menjadi ibu muda, gue belum yakin bisa menjawab dengan kata 'YA'.  Ngurus hidup sendiri aja gue belum benar, gimana gue ngurusin hidup orang lain yang kemudian menjadi bagian hidup gue. 
  Intinya, membentuk dan menjadi bagian dalam keluarga kecil lu sendiri itu butuh persiapan matang. Persiapan yang enggak diukur dari umur tapi dari mental. Persiapan yang juga enggak cuma butuh mental tapi juga materi. Nurut gue. 



Note: 

   Nama anak-anak gue terinspirasi dari nama gue, Fanick. F menjadi Eve ketika dibaca. Lalu Nick. Sementara a-nya menjadi and. Maka jadilah anak-anak gue namanya Nick and Eve.

  Lalu suami gue? Itu dulu karena gue ngefans sama Nicholas Jerry Jonas, maka inspirasi gue dia. Tapi jujur, gue emang lebih suka cowok berambut ikal. Toh, nyokap juga berharap pasangan gue nanti rambutnya ikal. Kata doi sih supaya beragam rambut keturunan selanjutnya, enggak lurus-lurus mulu.

Sunday, June 2, 2013

Busy

  Gue heran, kapan gue bisa sesibuk orang di sekeliling gue. Banyak yang bilang gue enggak pernah sendiri. Tapi itu buktinya, mereka banyak yang sibuk sendiri meski pun mereka berada di sekitar gue. Katanya sebelum elu dimengerti, harusnya lu ngertiin orang lain dulu. Kalau begitu syaratnya, kapan gue bisa dimengerti ketika gue hanya butuh care dan waktu sebentar saja untuk menemani gue? Sebentar saja untuk hadir ato absen muka kata mereka.

  Gue berusaha melakukan yang gue bisa meski gue dicap bego ato bodoh karena gue enggak ingin temen gue ngerasa apa itu sendiri ato susah dan butuh bantuan. Giliran gue? Kenapa selalu timingnya enggak pernah benar. Kenapa harus gue?
  Ah, sial. Gue terdengar mulai bete dan bosan hidup sepertinya. But, menulis apa yang ada dipikiran gue hampir sama dengan gue curhat. Meski gue enggak tau siapa yang baca tulisan gue ini.

  Gue kangen kehangatan keluarga gue yang entah sejak kapan enggak sehangat yang dulu. Gue kangen para sahabat gue yang semuanya berjauhan tapi entah kenapa kini perlahan juga mulai terasa jauh. Gue kangen hangout bareng teman-teman gue yang juga mulai terpecah sana sini. Gue kangen gue kangen gue kangen dan gue rasa cuma gue yang merasakan hal ini.

  Gue masih gadis kecil yang kesepian. Sedih banget. Gue enggak butuh banyak orang. Cukup satu aja. Satu aja yang bisa selalu ada untuk gue. Satu yang mengerti gue, care sama gue, menggenggam tangan gue saat gue menangis, memeluk gue saat gue merasa sendiri, bercerita dan entahlah siapa itu.

  Gue benci orang sibuk. Gue benci orang cuek. Gue benci orang yang menganggap remeh, gue benci. Gue benci diri gue berada di kota ini. Mungkin, sudah waktunya buat gue, mencari jalan keluar dari kota ini, lagi. Yeah, gagal dua kali untuk meninggalkan kota ini selamanya*mungkin dan gue berharap begitu* bukan menjadi penghenti gue untuk mencoba lagi.

Friday, May 31, 2013

H

  Health

  Happiness

  Harmony

  How

  Him

  Her

  Hey

  Hard

  Hang on



  Help me...

Thursday, May 30, 2013

The Last Day Of M(a)y

  Akhirnya, datang juga hari ini. Hari terakhir dari bulan kelahiran gue. Gue bersyukur, angka 20 dalam umur gue, bisa gue lewati. Awalnya, gue takut. Sampai takutnya, gue tidak ingin tanggal lahir gue itu datang. Entahlah, banyak yang telah terjadi sebelum gue genap 20 tahun. Banyak yang sudah gue lewati. Masa dimana gue ditinggalin orang yang gue sayang karena alasan yang sampai sekarang gue enggak ngerti. Masa dimana gue dijauhin teman dekat yang udah seperti sahabat bagi gue. Masa dimana gue dilupakan oleh teman-teman nongkrong gue. Masa dimana gue terlalu egois untuk dunia gue sendiri. Masa dimana gue memilih menyelamatkan hari gue di dalam kamar daripada berhadapan dengan dunia. Masa dimana gue harus membenci diri gue sendiri karena sendiri.
  Benar-benar masa-masa sulit telah gue lewati. Masa-masa itu mengajarkan gue untuk berpikir lebih matang lagi. Membuat gue merasa lebih kuat, lebih tegar dan entahlah, ada sesuatu yang berubah dari dalam diri gue.

  Gue bersyukur, gue sudah melewati itu semua. Gue tahu, apa yang gue miliki dan bukan milik gue. Gue sadar, siapa yang datang dan pergi atau pun mereka yang memutuskan untuk tinggal di sisi gue. Gue merasa jauh lebih baik saat ini. Jauh lebih baik.

  Bulan Mei adalah bulan favorit gue dari kecil. Ada sesuatu selain tanggal kelahiran gue di sana. Ada sesuatu yang membuat gue menyukai bulan Mei.

  Meski pun, ini tahun ketiga gue merayakan hari jadi tanpa keluarga dan sahabat gue dari kampung halaman, tapi gue bersyukur atas doa-doa dan harapan dari segelintir orang yang mengingat dan mengucapkannya untuk gue. Bahkan gue mendapat banyak kejutan di hari gue genap 20 tahun. Gue sangat bersyukur untuk itu.

  Sayangnya, Mei tahun ini akan berakhir. Berganti dengan bulan lain. Berganti dan akan dinanti untuk waktu yang datang. Harapan gue untuk Mei yang akan datang: Semoga gue masih bisa menjalani hari-hari dengan orang yang gue sayang dan mereka yang sayang pada gue. Terlalu simple ya? Hehehe, gue emang enggak mau muluk-muluk. Gue hanya ingin semuanya berjalan dengan simple tapi berarti, karena itulah karakter yang gue inginkan ada dalam diri gue.

  Buat semuanya yang sudah berada di sisi gue selama ini, gue berterima kasih. Terima kasih karena masih mau bertahan, menerima gue yang hanya seperti ini adanya. Dan buat mereka yang tidak lagi ada di sisi gue, tidak apa-apa, setidaknya kalian sudah pernah ada. Terima kasih.


  Have a nice last day in MAY!!!

Sunday, May 12, 2013

"Hey"

  Satu kata yang berarti.
  Satu kata sapaan,
  Satu kata tuk sebuah permulaan

  Satu kata itu cukup membuatku tertegun, terdiam, sedikit kaget namun ada rasa menggelitik untuk tersenyum...
 
  Andai saja, dia bisa menyebutkannya langsung dengan suaranya di depanku...
 


  Him : Hey
  Me  : Hey juga
  Him : miss aneh lagi apa nih?
  Me  : stop calling me miss aneh >.<
  Him : ga mau, abisnya lucu sih, aneh hahaha
  lucu?
  Me  : yayaya serahmulah bos
  Him : idih, ngambek?
  Me  : menurutmu?
  Him : ...iya?
  Me  : tuh, tau.
  Him : kan becanda doang
  rasanya geli mengerjainya seperti ini
  Him : ko diem? beneran marah ya?
  Him : Hey
  Me  : heeemmm?
  Him : iya deh iya, engga lagi deh

Thursday, May 2, 2013

May

  Hello my twins, my life, my time, welcome back. It nice to meet you again, but at least would you bring something great, something new and something more than you ever done before? TeeHee, just be nice to me okay? Nah, i'm not saying this with the cool way, just the cute one.
   May, thank you, you're coming...again... Thank you...

Monday, April 29, 2013

A Question

    "Kalau seandainya dia datang lagi kepadamu dan memintamu untuk bersama kembali, apa jawabmu?"

     "Setiap orang pantas mendapatkan kesempatan dan semua orang berhak belajar dari kisah yang dialami sebelumnya."

     "Lalu? Itu artinya iya atau engga?"

     "Menurutmu?"

     "Bisa iya, bisa juga engga."

     "Ha-ha-ha, ya sudahlah.."

     "Hey~ Jadi itu artinya iya atau engga?"

     "Hemm...gimana ya, pemikiran setiap orang itu berbeda jadi terserah kau menangkapnya seperti apa."

     "...apa nanti yang dipikiranku akan sama dengan jawaban yang ada padamu?"

     "Hm? Entahlah, kan pemikiranku denganmu bisa saja berbeda. Toh, kita saja beda kepala gini. HA-ha-ha"

Monday, April 22, 2013

You

  Kau memperkenalkan dirimu. Tidak ada ragu yang menghampiri, mungkin kau hanya sedikit deg-degan saja, mungkin. Aku hanya tersenyum tapi tak melihatmu. Bukannya aku cuek, tapi aku malu. Aku malu, karena kau ada di hadapanku.
  Mungkin, pemikiranmu sama dengan yang lainnya. Mengira aku ini jutek dan cuek ditambah dingin karena hanya berbicara seadanya, menjawab satu kata dan tidak memperhatikanmu. Sekali lagi, itu karena aku malu! Aku deg-degan. Kau, kaulah penyebabnya!
  Terlebih lagi saat jemarimu yang panjang menyentuh telapak tanganku ketika membicarakan topik kita waktu itu. Musisi, jemari khas musisi, indah, kau tahu itu? Saat aku mengangkat kepalaku dan melihat wajahmu, bulu mata yang lentik. Meski ruangan sedikit gelap, aku juga terpana pada bola matamu yang indah dan hanya menatapku saja. Aku tidak ingin pergi jauh darimu dan aku pun ingin kau begitu.
  Mungkin, kau juga merasakan hal yang sama. Meski kau pergi, kau datang kembali. Duduk di sebelahku. Hanya di sebelahku.
  Aku tidak geer kan? Kau memang pintar mencuri perhatianku, tepat saat kau mencuri hatiku. Kau pintar. Kau, hanya kau.


  

Saturday, April 20, 2013

Every Story Has Their Own Ending

  Sesuai judul di atas. Yup, setiap cerita pasti punya ending yang entah itu sedih atau engga sedih atau bahagia atau enggak bahagia. Well, kalau ditanya ke gue, sedih enggak sih cerita yang elu sedang tulis tiba-tiba harus berakhir? Jawab gue, ya. Kenapa? Karena gue sedang menikmati menulisi setiap katanya, merangkai menjadi kalimat lalu paragraf dan kemudian lembaran demi lembaran mulai terisi disetiap helainya. Semua itu tiba-tiba harus berakhir.
  Awalnya sedih, hancur, marah, tapi kalau dipikir lagi, memang setiap awal akan ada akhir, sama seperti akhir yang menjadi sebuah awal. Dunia itu bulat, berputar. Intinya, gue memang harus mengalami semuanya ini.

  Jujur, ketika kata 'end' menghampiri cerita gue itu, gue drop abis. Nyaris enggak mengenali diri gue sendiri dan enggak sadar ato pun peduli dengan apa pun di sekitar gue. Lebay mungkin lu bilang, tapi itu kenyataan.
  Bagaimana gue bisa bangkit lagi? Gue sadar juga, buat apa gue harus lama-lama menjadi kacau? Memangnya kisah itu akan berputar balik lagi? Enggak! Dunia berputar satu arah, berputar seiringnya waktu. Harusnya gue bersyukur karena cerita itu sudah usai. Karena gue sama sekali tidak mengenal tokoh yang berada di sana. Tokoh yang dulu, sudah lama mati. Itu saja. Bodohnya, gue baru menyadari itu.

  Harusnya, setelah tokoh yang gue suka itu sudah lama mati, enggak ada lagi di cerita, sayangnya gue benar-benar bodoh enggak menyadari semuanya. Gue terlalu asyik memperhatikan dan memahami satu sisi cerita itu. Sampai akhirnya, tokoh baru itu muncul dan cerita gue berubah. Tokoh itu sangat mempengaruhi cerita itu. Tokoh itu dan semuanya yang menyangkut tokoh itu.
  Haruskah tokoh lama yang gue suka itu mati dan pergi? Apa dia tak sadar gue selalu berharap dia kembali? Tapi, sayang, teriakan tangis gue tak terdengar olehnya. Dia benar-benar sudah mati. Tidak ada lagi. Hilang. Selesai. Tamat. Itu saja.

  Tapi tenang, tokoh itu masih hidup kok di buku kenangan gue. Tokoh yang hidup semenjak oktober 2012 dan mati bulan januari 2013. Lalu berubah menjadi tokoh baru yang gue enggak kenal dan akhirnya pergi, memilih mengakhiri cerita itu.
   Mungkin hanya tokoh yang lama yang akan terus hidup meski dia sudah lama mati tapi sakitnya yang ditorehkan oleh tokoh baru, juga akan selalu hidup, selalu hidup untuk menjadi pembelajaran gue di cerita gue berikutnya. Dengan kisah baru dan mungkin (wajib sih ini!) dengan tokoh baru. Cerita yang lebih baik dan tokoh yang jauh lebih baik.

  Sekali lagi, dunia berputar. Cerita yang gue alamin bisa saja terjadi di elu, jangan takut, hadapi aja. Toh, ini bisa mengajar elu untuk lebih kuat lagi. Itu aja, terima kasih ya udah mampir

  God bless you~!!

Tuesday, April 16, 2013

alphabet

A-B-C-D-E-F-G-H-I-J-K-L-M-N-O-P-Q-R-S-T-V-W-X-Z

  "what? did i spell it wrong? i guess no, because i did missing U" :')


Saturday, April 13, 2013

Just, If....

 Gue curhat ketiga temen cowo yang itungannya udah kayak sahabat karib gue. Gue bercerita, gue berkeluh kesah, bahkan mereka juga menjadi saksi gue nangis nungguin dia, ato pun gue nangis waktu bercerita. (Sementara dia, gue ga mau ngeliatin air mata gue ke dia, karena dia bilang dia benci liat cewek nangis).

 Sebenarnya, gue kalo udah nangis, berarti itu adalah titik lemah gue banget. Gue heran, kenapa gue harus menangis seseorang yang enggak pernah menangisi gue. Kenapa gue harus memikirkan orang yang udah enggak peduli sama gue. Kenapa gue harus masih tetap mempertahankan perasaan gue ke orang yang udah enggak sayang sama gue. Kenapa?

 Seandainya aja, tanggapan dari sahabat-sahabat gue ini adalah ucapan yang gue denger dari dia...

  Jow : Heran gue sama lu, nyuk. Jarang loh ada cewek kaya lu. Biasanya tuh ya, cewek kalo udah dicuekin gini sama cowoknya, biasanya ngebales cuek ato bahkan marah ato bahkan malah ninggalin cowok itu. Lah, elu, malah mencari dia. Pengen ketemu sama dia dan bahkan ini malah nungguin dia. Ck-ck-ck salut gue sama lu.

  Wiwdyw : Udah, jangan nangis lagi. Gue heran, lu enggak bisa nyebutin satu aja yang udah dia kasih buat elu, kenapa elu tetap bertahanin dia? Meski gue enggak tau apa yang ada dipikiran dia, sampe tega buat elu kaya gini.

  Sasuke : Gue kira, adegan beginian cuma ada di sinetron, enggak nyangka gue temen gue malah ngalaminnya. Udah, santai aja, cowok enggak apa-apa nangis he-he-he.


  Seandainya dia ada waktu gue bilang "i need you.." mungkin gue enggak perlu curhat sama Wiwdyw masalah yang menjadi beban pikiran gue. Gue cuma berharap dia ada saat gue butuh dia, sama kayak gue yang selalu berusaha ada saat dia butuh atau pun engga butuh gue.
  Seandainya aja dia bisa  ungkapin uneg-unegnya ke gue sama kayak Jow yang blak-blakan ngehakimin gue seandainya gue salah ato bahkan nasehatin gue.
  Seandainya aja, malam itu yang merangkul gue saat menangis bukan Sasuke, meski dia adalah penyebab gue menangis.

  See, tetap saja, meski siapa pun yang ada di sekitar gue, gue masih berharapnya dia. Bahkan saat gue jalan sama temen-temen cewek gue, gue berharapnya gue bertemu dengan dia. Memperkenalkan dia kesemua temen gue, jadi enggak adalagi salah paham ato apalah.

 Seandainya aja, dia ngerti apa yang gue rasain sekarang. Seandainya aja dia beneran ada. Seandainya aja....

Another Satnight

 Gue cuma berharap, malam ini cepat berakhir. Tetangga pada pulkam dan pada cabut malam mingguan, rasanya sepi banget. Mana anak-anak yang biasa nongkrong sama gue juga ngelakuin hal yang sama. Kalau enggak pulkam, ya ngapelin pasangan ato pun calon pasangan masing-masing. Bukannya gue enggak senang, melihat sekeliling gue bahagia, tapi kalau keadaannya gue kesepian begini...gue juga butuh seseorang buat nemenin gue.

 Pikiran gue melayang lagi. Sial. Gue benci mengharapkan sesuatu yang ga terjadi. Gue benci imaijnatif. Kalau di saat-saat seperti ini.

 Gue jadi inget, dulu. HA-HA, dulu...kayaknya miris banget ngetik d-u-l-u.  Yeaup, itulah kenyataannya. Mungkin gue masih ngefek kegalau kali ya. Heran, padahal ini cerah. Malam ini enggak hujan kayak biasanya. Mana sialnya lagi, gue malah berharap ada dia. Sama seperti dulu.
 Motor Honda CB100nya, senyuman itu, kecupan hangat di kening gue, bahkan pelukan. Ah! Sudahlah. Mana gue beneran sendiri di sini. Di kamar gue, diiringi lagu galau meski berbahasa korea.

 Bisa enggak sih, satnight kali ini gue enggak sendirian lagi? Gue sama temen-temen gue juga enggak apa-apa. Tapi enggak berharap dan enggak memikirkan seseorang yang membuat gue galau.
 Rasanya sedih, nyiksa diri sendiri. Menyayangi seseorang yang mungkin udah benar-benar enggak sayang sama diri ini. Masih inget gue, dialog by phone sekitar satnight dua ato tiga minggu yang lalu.
   "Jadi sebenernya, gimana perasaan kamu ke aku sekarang?" tanya gue, lirih.
   "Flat." jawabnya, datar.
   "Maksud kamu?"
   "Ya..biasa aja, datar aja."
   "Udah enggak sayang lagi sama aku?"
   "Ya, enggak bisa dibilang gitu juga sih.."
 Dan gue ngerasa ngilu dalam hati gue.


 Gue masih bertanya-tanya, gue buat salah apa sih, sampe gue harus ngalamin hal kayak gini?
 Gue cewek woy, gue manusia! Gue punya perasaan juga...gue juga pengen disayang, dimanja, dihargain, dianggep...ah, sudahlah.

 Mungkin, gue bawa helm ke kota ini juga percuma. Padahal niat gue, biar enggak riweh lagi kalo mau jalan sama dia. Maklumlah, dulu helm gue yang dari abang sepupu gue, dipinjem-pinjem eh malah berakhir hilang entah kemana.

 Satnight ini mungkin gue lebih ke berusaha nenangin diri gue lagi. Sepertinya pikiran dan hati gue kini udah satu suara untuk dia. Ck-ck-ck mereka bodoh. Lebih memilih menjadi gila dan sakit.

Monday, March 4, 2013

Our First Satnight

Disela-sela amarah dan emosi gue kalo nge-stalking twitternya dia dan seseorang, gue teringat kenangan dulu gue sama dia. Hinata, sebut saja dia begitu.
Gue masih inget waktu pertama kali gue ketemu sama dia. Senyumannya dan sifat ramahnya, gue masih inget banget waktu pertama kali dia menyentuh tangan gue dengan jemarinya. Waktu itu kita lagi membicarakan mengenai tato. Dia bilang begini, "kalo kamu tato di sini, kamu bakal ngerasa urat kamu yang di sini kayak bergerak" sambil membuat garisan di tangan gue.
Enggak cuma itu, dia yang tau gue belom makan, memesin gue nasi goreng dan es teh, sayang gue langsung enek setelah gue ngegigit daun bawang. Maklum gue enggak begitu suka daun bawang dan benci ama bawang putih dan bawang bombay. Kemudian, dialah yang meneruskan makan nasi itu. Gue juga masih inget dia ngenalin gue sama beberapa temennya yang kemudian satu meja dengan gue dan dia. Ketika ada asap rokok, dia mengibas-kibaskan tangannya di depan wajah gue. 

Jujur, malem itu, gue berharap gue enggak ge-er, mengira diri gue, spesial untuknya. 

Setidaknya, itu satnight gue dan dia yang kita lewati bersama sebelum adanya ikatan jelas. Tapi, gue masih inget setiap moment itu, bahkan suasana malam itu. Waktu malam itu. Penampilan dia malam itu. Bahkan wangi tubuhnya malam itu. Gue masih inget semuanya. Bahkan dialog malam itu, gue juga masih inget. *tersenyum manis*

Setelah akhirnya gue dan Hinata jadian, gue masih inget banget satnight pertama gue dan dia. 
Dia ngejemput gue sekitar jam tigaan. Sore itu, dia minta gue menunggu di depan kos gue. Sekitar satu setengah jam kurang lebih, gue menunggunya. Gue sms enggak di bales, gue jadi bingung. Khawatir. Ada apa?
Sampai akhirnya dia dateng, dan gue masih inget senyuman dan tatapannya itu. Dia dengan celana jeans sobek yang dijahit KAHA! dan jaket jeansnya juga. Ternyata, jam segitu sudah macet jalanan, efek akan satnight mungkin.
Tanpa nunggu lama lagi, gue naik keboncengannya, tepatnya dia yang menurunkan sandaran kaki boncengan, sweet banget ga si?! KAHA! *terharu salto*
Gue duduk di belakangnya dan menaruh kedua tangan gue dikedua sisi pinggangnya. Sesekali gue melirik kaca spion motornya sebelah kanan, dimana gue bisa melihat jelas wajahnya. Gue tersenyum, "ceria banget. Kayak orang jatuh cinta"
Dia tersenyum, "Ya wajar toh, kan aku jatuh cinta sama kamu."
Gue tersenyum lagi di balik punggungnya, menatap langit biru yang dihiasi awan putih.

Motor sudah di parkirkan. Hinata melepas jaketnya dan menaruhnya di tangan kirinya. Sementara gue jalan di sisi kirinya. Kita jalan bersamaan. Ketika akan menyebrang, dia memindahkan jaketnya ke tangan kanan dan menggenggam tangan gue. Gue sempat kaget*sebentar* lalu tersenyum. Kita memasuki mall dan jalan, membiarkan kaki kita yang menuntun, membiarkan tangan bersama-sama saling bergenggaman.
Gue inget dia ngajak makan, cuma gue belum selera, jadilah dia makan sendiri, tapi gue liatin dan gue suka banget liatin dia! Setelah itu, gue ajak dia buat beli es krim McD. Bahkan gue inget dia sedikit bersandar, menanti gue yang berbaris untuk mengantri, sampai gue sadar di depan gue anak-anak semua. Gue juga masih inget senyuman dan tawa kecilnya saat gue bilang, "gila, di depan semua anak-anak!"
Dan dia bilang, "memang kamu anak-anak"
Trus kita berdua duduk saling berhadapan. Mengomentari beberapa pengunjung mall lainnya yang datang segerombolan bahkan berpasangan. Mulai dari yang indonesia, cina sampe ada bule waktu itu. Gue juga sempat ngelontarin gombalan. 
Setelah mengelilingi beberapa sisi mall, kita ke cafe. Di sana, kita ngabisin waktu di bagian bar-nya. Gue seneng banget liat dia, gue nikmatin tiap waktu dia berada di dekat gue. 
Dia bahkan bercerita mengenai celana jeansnya yang dipakainya saat itu. Sampai akhirnya mister fang sing sing datang. KAHA! 
Hinata itu cowo sibuk, sibuk banget. Setelah memesenin gue spageti dan es teh, dia menghilang entah kemana, sibuk dengan urusannya kala itu. Jujur, gue kecarian. Sampai akhirnya dia dateng dan duduk di samping gue. Mengomentari kebiasaan gue yang males makan bawang putih. Ya, maklum aja, gue kan vampire 3:D BOONG DING! 

Setelah gue kelar makan, Hinata mengajak gue gabung bersama mister fang sing sing, bang musrom dan cewenya, kakak gembul. Gue lucu banget, waktu Hinata dan Musrom ngeledekin mister fang sing sing. Ya, maklum aja, dia kan satu-satunya jomblo diantara kita-kita.

Gue juga suka nyandar waktu di samping Hinata, gue sempat nanya, "aku berat ya? maaf" sambil cemberut, nyesel. Tapi, dia dengan lembut, menarik gue balik, ngebiarin gue bersandari di dadanya dan ngerangkul gue. 
Dia juga ngenyenderin pipinya di kepala gue. Gue masing inget semuanya.

Satnight sama dia itu the romantic ever lah! Sebenernya gue ingin menyimpan ini buat gue dan dia*mungkin*, ternyata gue akhirnya nge-posting ini ke blog gue.

Gue cuma enggak pengen dia ngerasa gue masih punya perasaan dengan seseorang dari masa lalu gue. 
Harusnya dia sadar, gue enggak mungkin ngelirik cowo lain kalo di depan gue udah ada cowo yang gue sayangi. Meski pun G-Dragon, fan? Meski pun G-Dragon! *maafin daku GD TT_TT*

Bahkan gue lebih sering menggunakan G-Dragon sebagai pancingan buat dia, gue kira dia bakal lebih care dan gimana gitu, kenyataannya kita malah debat beneran -,-
Laginya, se-ngefansnya gue ke GD, mana ada gue jadiin dia inspirasi nail art gue! KAHA! *ngakak salto*

Ya sudahlah, segini dulu ceritanya, gue udah mulai gaje lalu krik krik krik krik dan elu yang baca udah pada mikir "apa siiiii faaannnn"

Stupidious

 Adalah momen bodoh banget. Ya, simple tapi bego. Elu sama-sama dengan pasangan elu, saling ngestalking, ngekepo, ngenebak-nebak, ngejeles satu sama lain. Itu goblok banget. KAHA!
 Si cowok ngaku ga jeles, ceweknya yang tomboy mampus twitan ama tementemen cowonya. Nyatanya? Uring-uringan dan ngebandingin setiap twitnya si cewe dengan twit ke dia, kenapa sama dan ga ada beda dengan twit cewenya ke temen-temen cowonya?!
 Si cewek ngegalau mampus, karena cowonya yang keren ngebales twit tementemen cewenya. Kemudian? Nangis-nangis di kamar karena ngebandingin twit cowonya ga ada beda ke dianya, bahkan si cowonya terkesan lebih ngebales tementemennya di banding dia.

 Jadilah, titik api yang muncul karena kebodohan kedua pihak.
Engga itu aja, bisa aja alasan komunikasi yang ngerusak suasana.
 Lama enggak ketemu, si cewe nelponin cowonya. Engga diangkat-angkat. Si cewe udah galau lagi noh, janganjangan cowonya udah lupain dia, kenyataannya? Si cowo lagi sibuk ngurusin kerjaan buat pundi-pundi masa depan.
 Begitu komunikasi lancar, operator jeles, sinyal meles, ngenes. Ribut salah paham lagi.

 See? Bego banget kan ya?

Nanti yang satunya ngambek, yang satunya care malah ngerasa dicuekin. Begitu yang ngambek udah kelar ngambeknya, yang care tadi malah ngambek. Begitu terus kapan masalahnya kelar?

 Sebenernya, stupidious itu nurut kamus besar gue, ya momen yang emang bodoh banget, absurd banget, gak jelas banget, dan rada enggak penting banget.
 Heran kenapa gue bisa berpikir begini, padahal sebenernya gue enggak begitu ngerti ya sama jalan pikiran gue ini. Nah, loh, bingung kan lu bacanya? Maksud gue gimana ato jangan-jangan lu udah ngucapin "gaje lu fan!" ah, sebodo. Topik-topik gue, blog-blog gue, mata-mata elu. HUBUNGANNYA APA KAMFURETOOO*alias kampret*?!!!

 Intinya, kebodohan itu harusnya disingkirkan, kalo aja lu bisa benerbener saling percaya. Saling percaya, hem..dari mana rasa percaya itu bisa muncul? Dari keterbukaan lu satu sama lain. Simple kan? Kalo lu saling kebuka, enggak ada yang ditutupi, pasti deh dan percaya itu ada, semakin ada, saling bahkan bisa menjadi kokoh nantinya.
 Gue enggak bilang ke pembaca gue aja, tapi juga ke diri gue sendiri. Gue lagi berusaha bangun diri gue biar bisa menjadi lebih baik lagi, biar gue bisa, membangun rasa percaya itu sendiri. Bukan cuma gue, tapi buat orang-orang di sekeliling gue, buat elu, dia, mereka, semuanya!

 Udah ah, ngomong stupidious ntar gue jadi stupid lagi, berhubung waktu lapi gue udah nunjukin jam 01:29 AM pada tanggal 04/03/2013 dengan berat gue harus mengatakan ini "HAPPY MONDAY AND HAVE A NICE DAY!"

 see ya!

PS : thanks udah pada mampir dan baca postingan-postingan aneh gue di blog ini. God bless 

Saturday, March 2, 2013

March

Hey, lama tidak bertemu. Terakhir bertemu tahun lalu kan? Sekarang, kamu udah ganti embel-embel lagi. March, kangen ga sama aku? Masih punya kenangan tentang apa aja yang aku lewati tahun lalu? Ingatanku cukup clumsy buat menyimpannya.
March...kenapa hari pertamamu saja sudah complicated? Apa tahun lalu juga begini? Gosh! March, aku gak ngerti, apa aja yang bakal terjadi di kamu padaku.


Saturday, February 23, 2013

Satnight

  Gue bingung, kenapa malam ini banyak banget status-status ato update-an galau di soc-med. Well, jujur gue tipe orang yang pelupa akan hari, jadi kalau aja mereka enggak cantumin "satnite" ato "malam minggu" mungkin gue enggak bakal sadar kalau hari ini adalah hari sabtu, malem.
  Gue sadar sesuatu hal basi yang sering mempengaruhi galauwersz di malam ini, kalo gak jomblo ya pasti LDR atau mungkin punya pasangan tapi pasangannya lagi sama pasangannya yang lain. Gantian gitu ngapelinnya. BECANDA! *awas aja kalo gue digebukin.*
  Sebenernya, bisa dibawa santai aja sih, tapi, memang rada sulit. Ya, gimana enggak sulit kalo kesendirian lu, lu kaitin pake jangkar dengan kemesraan orang lain. Kalo kata pelaut mah, jangkar di lepas, kapal sudah kandas. Alias ya susah.
  Miris juga buat yang baru mendapat predikat jomblo. Mana kalo si mantan langsung pdkt ato mesra sama yang lain. Tapi kalo sama-sama galau dan sama-sama mengenang kebersamaan duyu, kenapa enggak balikan lagi aja lu pada? *geram sendiri*

  Oke, balik lagi ke topik awal.
  Satnight sendiri sebenarnya enggak bakalan spesial banget kalo elu enggak nge-spend satnight itu sendiri dengan orang yang lu sayang dan sayang sama lu atau mungkin enggak sayang sama lu tapi lu tetep sayang sama dia. Ya, sebenernya malem-malem lain juga asik kok, bisa dibuat spesial juga. Asal jangan malem jumat aja, kesannya horor itu mah!
  Kenapa harus satnight? Karena abis satnight itu minggu. Makanya biasanya karena weekend, banyak yang memilih ngabisin waktu sama pasangan atau orang-orang terdekat.

  Cerita pengalaman satnight lu dong, fan!
  Hem...pengalaman satnight gue? Ada banyak kejadian simple yang bisa jadi romantis sih, kalo emang moment satnight itu bisa dibuat begitu. Ya, contohnya aja pengalaman gue dulu. Gue pernah pedekate dengan cowok. Sebut saja dia Gunga. Sebenernya jumat gue udah pernah minta jemput dia, dan dia mau menjemput gue. Awalnya kaget sih, tapi seneng. Dan pas satnightnya, gue kelaperan dan kosan sepi. Ada sih anak-anak yang tinggal, cuma, mereka pada asik nonton acara tipi kala itu. Gue ajakin, pada bilang "tanggung, tunggu bentar" padahal gue nyaris mampus kelaperan eh BECANDA.
  Jadilah gue sms dia. Dan viola! Gue juga kaget tapi gue masih inget "ya udah, lu siap-siap. Kemana elu, mau makan dimana gue temenin. Gue ke kos lu sekarang". Kaget banget gue, apalagi pas dia dateng hanya hitungan dua ato tiga menitan. Padahal dia sedang di tempat nongkrongnya yang biasa dan jaraknya ke kosan gue bisa delapan menit ato bahkan sepuluh menit kalo pake kecepatan standar. BERARTI DIA NGEBUT DONG KAN YAAAKKK?!
  Entahlah, tapi anak-anak kosan pada heboh. Maklum, kan gue sama dia emang lagi deket. Dan benar aja, pas gue keluar kosan, dia ada di depan pager dengan motor beat dan...baju kaos yang sama dengan kemaren dia jemput gue. Gue geli banget sih, trus gue bilang gini: lu gak mandi ye?
  "Mandilah. Buruan naik." kata dia, sambil liat arus lalu lintas. Biasa, efek kosan gue di pinggir jalan. Dan malem itu, dia nemenin gue beli makan, dibungkus. Anak kosan pada nitip jadinya ke gue.
  Simple banget, kan, kisahnya? Tapi kalo dipikir-pikir bisa jadi sweet. Karena dia ninggalin temen-temen nongkrongnya hanya buat jemput-anter gue beli makan malem. Kalo dia enggak peduli sama gue mah, dia pasti dan harusnya bilang gini: lah, motor temen lu yang biasanya kemana?
 
  Itu salah satu pengalaman sweet gue mengenai satnight. 
  Ada juga yang enggak enak sih, satnight.
  Jadi, gue jadian sama cowok, dan bukan cowok yang nganter gue tadi itu. Udah beberapa lama kita jadian, kita jarang sama yang namanya satnight. Awalnya gue kesel, tapi lama-lama gue terbiasa. Cuma, malem waktu itu beda dari biasanya dan gue kesel tingkat akut! Gue disms sama cowok yang dulu pernah dikenalin oleh temen kos gue ke gue, waktu masih jomblo guenya. Yang kesalnya, dia sms gue care banget, nanya ini itu padahal gue sendiri udah ketus dan jutek abis ngejawabnya. Apa salah gue ya gwad! Ini ada cowok lain yang care banget sama gue tapi gak gue gubris malah kesel banget dibuatnya, sementara cowok gue, seharian enggak ada ngubungin bahkan nanya kabar gue. Kampret gak tuh. Jadilah gue emosi malam itu. Bahkan pas nelpon cowok gue tengah malem*kelar dia selesein semua urusannya* barulah gue sindir dia.

  Satnight menurut gue punya banyak kisah yang berbeda. Mau itu sweet ato bitter. Tergantung kita menanggapinya gimana dan buatnya gimana. Intinya, bahkan hari lain pun bisa sweet juga kok. Jangan jadikan satnight sebagai kuda hitam yeapchs *kedipkedip cantik*

Friday, February 22, 2013

Between Logic and Feeling

  Dari judul di atas, bisa ketebak ini topik mengenai apa. Yup, antara cewek dan cowok. Sebagian besar cowok memilik memakai logika ketimbang perasaan dalam kehidupannya. Berbanding terbalik dengan cewek yang sebagian besar memakai perasaan dalam kehidupannya. Hal ini terkecuali buat cowok feminin dan cewek tomboy yaa, yang kemungkinan setengah-setengah dalam hal ini.
  Gue bahas dari cewek dulu. Kenapa cewek lebih sering memakai perasaan? Karena pada umumnya cewek adalah makhluk Tuhan yang mempunyai sensitivitas*alah! bener gak tuh tulisannya* yang cukup tinggi semampai. Contohnya aja, pas gue sama anak-anak satu kosan ngumpul di satu kamar. Waktu itu sih pada nonton india, yang adegannya si ibu ngebongkar status anak tirinya itu. Nah, adegannya syahdu banget buat ditangisin. Jadilah anak-anak di kamar yang sedang nonton itu nangis masal, bahkan salah satunya sampai terisak-isak. Yang berakhir membuat kita pada tertawa sambil ngelap air mata. Lu kagak nangis, pan? Jawab: nyaris nangis sih, kan bagaimana pun gue cewek, cuma gue pake logika aja kalo itu cuma film. So, gue ga jadi nangis.
  Sekarang gue bahas mengenai cowok. Mereka emang sengaja memakai logika. Ya, lu bayangin aja kalo cowok lu pake feeling, lu pake feeling nah loh kalo ada masalah misalnya, masa iya dua-duanya sama-sama nangis, enggak kan? Pasti cowok lebih memilih logika karena ya*nurut gue pribadi* supaya bisa memimpin, semuanya masuk diakal gitu. Meski, sikap logic mereka ini sering kali membuat cewek ngerasa tersakiti. Contohnya aja, pengalaman gue waktu itu. Gue sempet sedih liat keadaan anak-anak jalanan sekarang, tapi sayang beda sama beberapa temen cowok gue. Mereka malah cuek banget. Gue heran, kenapa bisa. Ternyata, mereka bilang, anak-anak itu sudah ada yang mengkoordinir buat minta-minta begitu. Nah, loh, tapi kan meski begitu mereka tetap anak-anak, tetep temen-temen gue enggak peduli.

  Mengenai logic dan feeling yang setengah-setengah. Hmm, gue akan bandingin diri gue dengan seseorang, cowok pastinya. Jadi, gue pernah nonton beberapa genre yang berbeda dengan anak-anak kosan. Mulai dari horor, thriller, humor, drama bahkan action, tapi ekspresi gue biasa aja. Alias datar-datar aja. Bukannya enggak mau berekspresi, yapi kalo udah nonton bareng itu, biasanya logic gue yang lebih jalan. Kalau sendirian baru deh feeling gue yang jalan. Mungkin ini efek gue tomboy kali yaa.
  Berbeda sama seseorang itu yang bahkan nonton HabibieAinun aja pake nangis segala. Di tempat umum lagi. Gue sih, enggak nyalahin, tapi gue pengen nyindir aja, mana tuh logic yang waktu itu dibilangin ke gue. KAHA! Becanda. Mungkin, inilah salah satu feeling yang susah dikontrol bahkan untuk cowok itu sendiri.

  Menurut gue, setiap manusia memiliki logic dan feeling yang sama, hanya saja takarannya yang berbeda. Cowok keren yang terlihat oke banget pun bisa mewek kayak bayi kalo perasaannya memang udah 'tersentuh'. Sama kayak cewek cengeng yang sensitif banget pasti pikirannya bisa jalan lebih cepat dibandingkan perasaannya kalo udah sering disakitin. So, ini semua hanya masalah waktu.

  Between Logic and Feeling, pastinya ada Time yang bakal ngebuktiin, bakal ngepengaruhin, bakal ngubah bahkan Logic bisa jadi Feeling atau sebaliknya.

Wednesday, February 20, 2013

Ed

  Sebut saja dia begitu. Ed adalah temen skolahan gue dari jaman smp dulu. Jadi, gue kenal dia dari abang gue, yang bilang dia anak pindahan waktu kelas dua smp, dulu. Kenapa mendadak ada Ed? Karena dia muncul di home salah satu soc-med gue dan gue berada di hometown gue saat ini, jadilah gue mengenang kisah Ed dalam ingatan gue.

  Gue enggak habis pikir sama Ed yang care-nya bukan main sama gue. Setiap gue mau cerita, gue tinggal sms dia ntar dia pasti nelpon gue dan bakal bilang gini, "mau cerita apa?" trus gue akan komat-kamit. Itu terjadi hampir setiap hari, dimasa-masa gue kelas satu smp dan dia kelas dua smp. Ed itu juga care banget sama gue. Dia bahkan ngejajanin duit makan dia buat bimbel di sore hari, karena udah kelas tiga smp, hanya karena gue kelaperan. Gue enggak ngerti sih kenapa. Bahkan waktu Ed mulai renggang dengan abang gue, Ed tetep perhatian sama gue. Ya, meski orang tua gue ngira gue jalin hubungan spesial alias pacaran sama si Ed. Maklumlah, orang tua gue kenal juga sama orang tuanya Ed karena satu gereja. Bahkan nurut gue, bokap gue cukup akrab dengan Ed.
  Tapi semenjak masuk sma, gue ngerasa Ed berubah. Maksud gue, dia jarang ngubungin gue. Ya, gue pikir sih, mungkin karena dia udah punya pacar. Tapi, gue ngerasa kayak ada satu sosok yang hilang dari gue. Gue kehilangan seseorang yang dulu perhatian banget sama gue. Gue kehilangan satu abang-abangan gue.
*
  Lagi-lagi hari ini gue sendirian di rumah. Bosennya minta ampun. Eh, bentar, kenapa gue enggak sms si Ed aja? Siapa tau dia juga lagi sendirian. SMS: lagi dimana?
  Semenit setelah gue ngesms kenapa ini bocah malah nelpon. Dengan tatapan bete sambilan nonton tipi, gue angkat telponnya Ed, 'napa nelpon si? sms aja balesnya.'
  Ed : 'males ngetiknya. he-he, kenapa nanya lagi dimana?'
  gue : 'bosen nih sendirian di rumah. lu?'
  Ed : 'ko sama? gue juga lagi sendirian di rumah, he-he'
  gue : 'pantesan nelpon. lagi ngapain lu? brisik amat.'
  Ed : 'lagi makan gue, he-he, laper..'
  gue : 'he-he mulu lu. eh main yuk!'
  Ed : 'kapan, dimana?'
  gue : 'ya sekarang, lu jemput gue gih.'
  Ed : 'astaga, jarak rumah lu ke rumah gue aja ujung ke ujung yaaaa'
  gue : 'ya ampun, berkorbanlah sedikit'
  Ed : 'berkorban sih berkorban tapi tar kapan-kapan'
  gue : 'kapan-kapan kapan?'
  Ed : 'ntar ah. gue cuci piring dulu ini'
  gue : 'trus gue?'
  Ed : 'ntar, telpon gue tetep aktifin ko. bentar yaa'
  gue : 'hemm..'

 Setidaknya, gue enggak ngerasa sendirian kalau dia udah nelponin gue. Siang itu, gue tersenyum sambil memandang layar tipi yang entah sedang iklan apa. Keesokan harinya, gue nyamperin abang gue ke kelas. Ada Ed juga di sana. Oh iya, gue sampe lupa. Gue nyamperin Ed, 'lain kali kalo nelpon jangan pake telpon rumah. kasian nyokap lu, bayar tagihan telpon mahal' kata gue dan di-cie-kan di kelas. Abang gue cuma diem doang, cuek, udah biasa dia sama gue dan Ed. 
 Pas gue udah balik ke kelas, temen seangkatan ada yang nyamperin gue. Namanya Jeni. Dia minta tolong ke gue buat nyampein surat cinta ke Ed. Jujur, gue jeles. Bukan karena apa-apa sih, tapi gue sendiri belum pernah dapet surat cinta. Dan dengan berat kaki gue balik lagi ke kelasnya Ed*yang berjarak tiga kelas dari kelas gue*.
  'Ed!' panggil gue, dari mulut pintu. Salah satu kakak kelas, temen Ed dan abang gue, nyuruh gue masuk aja, cuma gue males, ntar di-cie-in lagi. Ed dengan males nyamperin gue di pintu. Gue bergeser supaya enggak ngalangin pintu.
  'nih.' gue menyodorkan secarik kertas berlipat buat Ed. 
  'apa ini?' heran Ed, enggan nerima dari gue.
  'yee!' gue menarik satu tangan Ed dan memberi paksa pada Ed agar dia menerimanya, 'ini dari Jeni. kayaknya sih surat cinta.'
  Ed mengerutkan keningnya lalu membuka lipatan surat itu, 'apaan nih?' kagetnya. Gue pun mengerutkan kening, berdiri di samping Ed dan kebingungan, 'ah, gue gak ngerti ah.' kata Ed, memberikan kertas itu kembali ke gue.
  'yee, lu hargain perasaan cewek dikit, napa?' kesal gue.
  'lu artiin itu dulu dah, baru kasiin gue. gue enggak ngerti.' Ed cuek dan masuk ke kelas.
  Gue menyusulnya sampai di tempat duduknya, 'lu baca dulu. lu artiin sendiri dan lu jawab. hargain perasaan cewe dong.'
  Gue sadar, hampir semua mata mengarah ke kami. Kak Fina*temen sekelasnya Ed* menghampiri bangku Ed, 'kalian bedua kenapa? apa ini? surat cinta?' baru aja kak Fina mengangkat kertas itu dengan kedua tangannya, Ed langsung merebutnya dan kembali melipat surat itu.
  'ini. lu artiin dulu, baru gue mau membacanya.' Ed terdengar cuek atau kesal, gue enggak ngerti. Gue menatapnya tajam, mengambil surat itu dan meninggalkan kelas.
  Dengan bantuan Putri dan Ena, gue berhasil mentranslate simbol-simbol yang satuannya mewakili dua huruf itu. Waktu istirahat berakhir, gue putuskan untuk mengembalikan surat itu pada Ed, nanti sepulang sekolah. Tapi, karena enggak ada guru, alias gurunya pergi jadi kelas kosong, gue yang penasaran, membaca surat yang kini sudah ada artinya dalam bahasa indonesia, itu.

  Ed karena kamu, aku enggak fokus belajar. Nilai-nilaiku turun semuanya. Ed, aku sadar, aku mikirin kamu terus. Aku, suka kamu. Kamu mau menjadi pacarku, kan?

  Dan sontak ada rasa yang menggelitik gue, putri dan Ena*yang ikutan nimbrung baca keseluruhan surat itu bersama*. Begitu bunyi bel sekolah tanda pulang berdering, gue langsung mengambil tas dan menghampiri kelas Ed. Tapi dia enggak di sana, gue berlari ke belakang sekolah. Dia di sana, bersama teman-temannya. 'nih.' gue mendorongkan kertas itu ke dadanya.
  'gak mau.' Ed menyerahkan kertas itu kembali ke tangan gue.
  'ED! baca dulu! hargain perasaan cewek.'
  Ed menghela nafas, 'oke. gue bakal baca. tapi abis gue baca ini, terserah gue mau gue apain.'
  'ya udah, itu hak lu. setidaknya gue udah ngasih ke elu, gue udah sampein ke elu, gue udah bantu elu ngartiin simbol-simbol aneh dan rahasia itu, jadi selebihnya terserah elu. gue cuma minta, elu baca dan elu hargain.' kata gue kemudian ninggalin Ed.

  Sejak saat itu, hubungan gue dengan Ed merenggang. Awalnya gue kira dia bakal jadian sama Jeni, ternyata beberapa hari setelah Ed nerima surat itu, dia nolak Jeni. Meski pun belakangan gue tau kalo meski ditolak waktu itu, Jeni tetep menyukai Ed.
  Lama enggak ngomong sama Ed, akhirnya kita ngomong lagi waktu pulang gereja. Motor gue enggak bisa distater, gue bingung. Tapi, di sana ada Ed, Francis, dan Gerry. Francis udah nyenggolin Ed buat nolongin gue, tapi tuh orang masih cuek dan gue juga cuek. Dalem hati gue masih males sama dia, orang dia yang ngediemin gue duluan. Sampai akhirnya gue nyerah dan bilang, 'tolongin gue dong' dengan muka memelas, akhirnya Ed bangkit berdiri, berjalan ke dekat gue, lalu mengambil alih dan motor gue dihidupin sama dia.
  'thanks...'kata gue akhirnya. Ed cuma tersenyum dan mengangguk. Lucunya, setelah motor gue hidup, barulah Ed, Francis dan Gerry menghampiri motor mereka masing-masing untuk pergi. Jadi, mereka nungguin gue? Kalo gitu kenapa enggak dari tadi aja bantuinnya. Sialan.
  Gue kesel, tapi mau gimana lagi, toh sudah terjadi. Meski gue udah enggak begitu akrab dengan Ed lagi, tapi, masih aja ada dateng masalah ke gue karena Ed. Mantannya yang merupakan temen sd gue, nyamperin gue, beserta rombongan gengnya*yang Jeni juga se-geng sama dia*. 'apalagi siii?' kesel gue.
  'lu pacaran sama Ed, ya?' Melly, temen akrabnya Naya, ngelabrak gue.
  'hah?! since when. eh, Ed sama gue cuma temen.'
  'gue kira kita temen, fan...' Naya terlihat sedih. Gue bingung dong, emang gue sama dia temenan, tapi temen sd doang! 'gue diputus sama Ed...'
  'trus kenapa lu pada dateng sama gue?'
  'ya karena elu yang deket sama Ed!' Melly terlihat kesal.
  Gue tertawa kecil, 'yee, kalo soal deket mah, orang tua kita bedua juga deket kali. udah ah, lu pada ganggu gue aja. buang-buang waktu!' Gue gursar dan menyingkir dari mereka.
  'lu sama Ed pacaran?' tanya Naya. Gue yang baru aja melangkah, berhenti. Terdiam sejenak lalu berbalik, 'enggak sih, dan enggak bakalan pernah.'

**

  Masih banyak kenangan lain yang berhubungan dengan Ed. Gue seneng banget kalo nginget dia waktu dulu. Unyu banget! Putih, ikal, dan mainin bass di gereja, meski dia enggak begitu tinggi. Tapi, gue juga kesal kalo inget sikapnya yang berubah drastis sama gue, menjadi cuek. 
  Tapi, siapa pun dia sekarang, dia sudah pernah jadi Ed yang ngisi hari-hari gue, ngisi kejenuhan gue dan menemani gue pas gue sendiri. Meski mungkin gue dengan Ed enggak bakal bisa jadi temen kayak dulu, tapi gue berharap, suatu hari nanti, kalau gue bertemu dia lagi, gue bisa tersenyum tulus dan menyapanya dengan senyuman.
  See ya, Ed. See ya, someday and somewhere we don't know. God bless!

Tuesday, February 19, 2013

Bad Dreams *Michy*

  Ini bakal menjadi tahun keduaku menikah dengannya. Meski pun begitu, aku tidak ingin dunia mengetahui keberadaanku. Alasannya, simple, karena aku tidak ingin merusak karir suamiku. Tapi, selama kami menikah, aku sudah dua kali mengecewakannya. Aku geguguran. Fonis dokter, aku punya miom di rahimku. Pilihan jatuh padaku waktu itu adalah, rahimku diangkat atau rahimku tetap dipertahankan tapi dengan skala kecil memungkinkan aku bisa mempertahankan kehamilanku.
  Tapi aku harap, kami akan tetap baik-baik saja, meski akhir-akhir ini Jiyoung sering menghabiskan waktu di studio kantor YG Entertaiment. Setiap malam aku menunggunya sampai tertidur di ruang tivi. Begitu bangun, aku sudah berada di kamar dan Jiyoung tertidur pulas di sampingku. Aku segera menyiapkan sarapan untuknya. Tapi, setelah itu, aku harus pergi bekerja. Ya, aku hanyalah pegawai biasa di salah satu perusahaan swasta. Ini yang aku sedihkan, aku hanya bisa melihatnya ketika pagi hari aku bangun hingga aku beres-beres dan pergi kerja. Itu pun, dia tertidur dengan pulasnya.
  Sudah dua minggu berlalu. Aku menunggu balasan dari Jiyoung. Baru saja aku mengirimkan pesan singkat padanya, "oppa, kau bisa menjemputku? aku masih di depan kantor saat ini". Dua jam berlalu, tidak ada balasan. Aku mulai kesal. "Oppa, kenapa kau tidak membalas smsku?" ucapku pada Jiyoung saat dia mengangkat telponnya. Itu pun entah telponku yang keberapa, setelah sekian kalinya dia mengabaikannya.
  "Aduh, maaf kan aku. Aku sedang merancang musik untuk album come back BIGBANG. Ada apa?" tanyanya, meski ya aku akui, aku mendengar dentuman musik dari seberang.
  Aku menghela nafas, "Tidak usah, aku tadinya ingin makan malam denganmu dan memintamu menjemputku. Ternyata kau sedang sibuk. Maafkan aku, oppa."
  "Ah, tidak, aku yang meminta maaf. Aku janji, lain kali, kita akan makan malam di luar dan aku akan menjemputmu. Bagaimana?"
  Aku tersenyum kecil, hatiku terasa ngilu, selalu begitu. "Arasho, oppa..." kemudian aku mengakhiri komunikasi.
  Kupandang langit sore. Ada beberapa awan gelap yang nyaris menyerupai warna langit saat itu. "Apa aku ke studio saja, ya? Mungkin itu ide yang bagus!" Aku pun tersenyum, menunggu bis dengan riangnya.

  Aku mengambil nafas panjang dari hidung dan menghembuskannya dari mulut. Baiklah, sekotak donat di tangan kiriku dan dua gelas ekspreso hangat di tangan kananku. Sudah lama aku tidak ke kantor YG. Aku tersenyum saat Hyu Jin, salah satu pegawai YG yang bertugas di balik meja information-yang berada tepat setelah kita memasuki pintu masuk YG, tersenyum melihatku. Benar, hanya beberapa orang dalam YG yang tahu kalau aku ini ada hubungan dengan Jiyoung. Entah asisten baru atau menejer baru. Itulah yang mereka kira. Tapi, hanya sedikit  dari mereka yang tahu kalau aku ini istri dari Kwon Jiyoung, ketua boyband kenamaan korea bahkan dunia, BIGBANG.
  Pintu studio Jiyoung terbuka sedikit. Aneh, malam itu lantai tiga sudah sangat sepi. Tapi, aku bisa mendengar suara tawa Teddy appa yang menggelegar. Mereka sedang berdua saja kah di sana? Aku mempercepat langkahku, dan baru saja aku berada di dekat pintu, aku mendengar pembicaraan mereka.
   "Jadi, kenapa kau terus sibuk sendiri di sini? Bagaimana dengan istrimu, Jiyoung-a?" suara Teddy appa, tapi aku bisa merasakan degup jantungku yang semakin cepat.
   "Entahlah. Hyung...aku bisa bercerita sesuatu padamu?" suara Jiyoung terdengar serius. Aku menajamkan telingaku.
   "Ada apa? Kenapa kau begitu serius menatapku?"
   "Aku merasa menyesal telah menikah, hyung..." DEG! Aku membelalakkan mataku, kedua tanganku gemetar tapi tetap menggenggam erat bawaanku, yang tadinya nyaris kujatuhkan.
   "Kenapa kau ini? Apa yang terjadi?" Teddy appa terdengar sangat kaget, "Ini seperti bukan Jiyoung yang kukenal!"
    "Aku tahu, Michy gadis yang baik, perhatian, sayang dan mencintai diriku. Tapi aku merasa, mungkin aku telah salah ambil jalur dengan menikah. Kurasa diusiaku saat ini, aku butuh waktu untuk menjadi sendiri, hanya aku dan musikku..."
  Aku hanya terdiam, terpaku. Jantungku berdebar dengan cepat, rasanya ingin aku menangis hanya saja, aku masih memaksakan diriku untuk tetap mendengar pembicaraan mereka.
    "Kau tidak sedang bercanda, kan?" suara Teddy appa terdengar sedikit ragu-ragu.
    "Tidak, hyung. Aku, serius. Aku ingin sendiri saat ini..."
  DEG! Aku berusaha mengatur nafasku lalu memutar tubuhku dengan sisa kekuatan yang kumiliki dan berjalan menjauhi ruangan Jiyoung. Ucapan Jiyoung terus terngiang di benakku, dia ingin sendiri, dia tidak ingin bersamaku dan dia menyesal telah menikahiku. Aku benar-benar orang yang tidak berguna. Aku...
    "YA! MICHY!" Aku tersentak mendengar namaku dipanggil suara yang tidak asing lagi bagiku. Begitu kusadari, aku sudah berada di lantai satu dan nyaris saja meninggalkan gedung YG. Aku berbalik, Seungri yang memanggilku. Dia yang tadinya berada di depan lift, jalan mendekatiku, "Ya! Kau ini kenapa? Aku sudah memanggilmu dari tadi."
   Aku mengerjapkan kedua mataku, mengangkat kepalaku dan menatap Seungri sambil tersenyum ceria, "Maafkan aku, aku tadi sedang memikirkan pekerjaanku. He-he-he. Oppa mau ke studio?"
    "Kau ini. Ah-iya, ada hal yang ingin kudiskusikan bersama Jiyoung dan Teddy hyung. Kau tahu sendirilah, mereka berdua adalah produser untuk album soloku tahun ini. Kau sendiri?"
    "Oh, a-aku, tadi dari atas kok, oppa" aku melihat ke sekitar sebentar, mencari ide untuk sebuah alasan, otakku kacau, "Teddy appa dan Jiyoung oppa keliatannya sedang asik berbicara, jadi, aku tidak ingin menganggu mereka. Oh, ini..." dengan tangan gemetar aku menyerahkan bawaan dikedua tanganku pada Seungri, dia terlihat bingung sebelum aku menjelaskannya, "Tadi aku pulang dari kantor membawakan ini untuk Jiyoung oppa, tapi ya..karna dia sibuk, aku tidak berani mendekatinya. Kuharap...kalian bersama-sama bisa menikmatinya, maaf hanya ada dua gelas ekspreso..."
   Seungri tersenyum, "Astaga, kau ini baik sekali. Tidak apa-apa. Terima kasih. Lalu, apa karena ini mulai memasuki musim salju kedua tanganmu menjadi gemetar seperti itu?" aku terbelalak dan memperhatikan kedua tanganku. Sial. Seungri memperhatikannya!
    "Pakailah sarung tangan untuk menghangatkannya, oke?" kemudian dia tersenyum ramah, sama seperti biasanya. Polos. Aku jadi geli dan tersenyum dengan tawa kecil, mengangguk kepadanya, "ne~"
    Baru saja Seungri akan membalikkan badannya, aku menangkap tangannya, "Oppa, aku boleh minta tolong?"
     "Apa itu?"
    Aku melepas tanganku pada tangan Seungri, perlahan kemudian tersenyum lebar, "Tolong sampaikan pada Jiyoung oppa, ehmm..." hatiku terasa ngilu, bahkan sebelum kuucap sekali pun, hatiku terasa sangat ngilu. "Katakan padanya, selamat tinggal, Jiyoung oppa."
     "Ah, baiklah. Akan kukatakan itu padanya."
     Ingin rasanya aku menangis, tapi aku masih cukup kuat untuk menahan air mataku, "Kau...ha-harus, mengatakannya dengan tersenyum. Seperti ini!" ucapku sambil memasang senyum yang kubisa.
     "Ara-ara. Aku mengerti Michy, pasti akan kusampaikan begitu. Aku sudah kebelet pipis, maaf Michy, aku pergi dulu ya, bye~" kemudian Seungri masuk ke dalam lift.
    Aku tersenyum pahit, "Maksudku...benar-benar selamat tinggal, oppa..."