Monday, August 4, 2014

Just One Thing

Hey, would you do just one thing for me?

Whatever happen in my life, would you stay beside me? Always stay beside me.

Saturday, March 22, 2014

You-Me and then Me-You

Prinsip dalam pasangan itu mudah. Kau mengerti aku dan aku mengerti dirimu. Harusnya, sesimple itu.

Misalnya seperti pagi ini ketika aku memasakkan sarapan untuk tunanganku.
Aku sendiri juga ragu akan memakan sarapan yang dihadapanku ini, tapi begitu dia memasuki ruang makan. Dia mengecup keningku dan mengucapkan selamat pagi lalu duduk di depanku. Masih dengan piamanya. Well, aku bisa menyebut kaos putih dan celana boxer itu dengan piayama, kan?
Aku membiarkan dia mencoba sarapan buatanku. Mata kecilnya terbelalak. Ah, aku tahu ekspresi itu. Pasti tidak enak. Sudah kuduga. Harusnya ketika memasak aku bisa memperkirakan garam dan gula sewajarnya.
Tapi, aku kagum padanya. Dia memakan habis tanpa berbicara sepatah kata pun, lalu meminum kopinya. Ah, ekspresi itu. Seperti aku terlalu banyak memasukkan gula di kopinya.

Aku menggeser piringku, bahkan aku sendiri tak berani mencoba bubur ini. Aku melihatnya, dia tersenyum dan menegak kopi sekali lagi. Dan, yah, diiringi ekspresi seperti tadi. "Kenapa kau tidak berkata apa pun?"
Dia mengerutkan keningnya.
Aku menghela nafas dan menekuk tubuhku mendekat ke meja makan, "Maksudku, kau tidak pernah berkomentar mengenai masakanku. Ini sudah kesekian kalinya kau makan sarapan buatanku. Kenapa kau tidak mengeluh?"
Dia tertawa kecil dan melakukan hal yang sama denganku. Menekuk tubuhnya ke meja makan dengan dua tangan sebagai sandaran dagunya. "Mengeluh? Hm...Kau sengaja memasak seperti itu?"
Aku menggeleng dengan cepat, "Tidak. Hanya saja...jika kau adalah adikmu, jika kau adalah ibumu, jika kau adalah saudaraku, atau mamaku, kau pasti akan mengeluh atau minimal berkomentar mengenai masakanku yang tidak pernah terasa sempurna."
"Jadi, kau ingin aku berkomentar?"
Dengan ragu-ragu aku mengangguk. Dia merentangkan tangan kanannya dan menyentuh dahiku. Mengelus kepalaku lalu tertawa kecil. Aku tahu, arti tawa itu. Dia tidak benar-benar akan berkomentar. "Tapi kenapa?" tanyaku.
"Kenapa? Hm...mungkin karena aku ingin menikmati tiap masakan yang kau buat. Yang perlahan-lahan ada kemajuan, meski itu lambat sekali." Kemudian dia tersenyum, melihat ekspresiku. "Baiklah. Jawaban sebenarnya, karena aku memang tidak ingin berkomentar mengenai apa pun yang kau buat. Aku tidak akan berkomentar mengenai penampilan baru bangun tidurmu, kesalahan-kesalahan kecilmu. Aku hanya tidak ingin mengomentari itu karena aku menyukainya."
Aku terdiam, "Kau, bercanda?"
Dia menggelengkan kepala, "Tidak. Aku serius. Aku hanya tidak ingin mengeluhkan atau berkomentar mengenai hal-hal seperti itu. Karena aku ingin terus seperti ini."
"Aku ingin sepertimu. Kau sendiri juga tidak pernah mengeluhkan mengenai pekerjaanku, yang terus menyita waktu. Kau juga tidak pernah berhenti berusaha untuk membuat kopi, padahal kau membenci kopi. Kau tidak pernah mengeluh dan mengomentariku saat aku bahkan bekerja di sampingmu. Jadi, kenapa aku harus mengeluh dan berkomentar?" dia tersenyum. Ah, jawaban itu.
Dia berdiri, mengambil piring dan gelasnya yang sudah kosong. Aku menghela nafas kesal, "Jawabanmu membuatku kesal."
Dia tertawa sambil menyuci piring dan gelasnya, "Kenapa?"
"Ya, entahlah. Andai saja, kau tidak perlu pergi ke kantor, aku pasti akan membuatmu bertahan lebih lama di sini." Aku mengambil sendok dan mencoba bubur buatanku sendiri. ASTAGA! "Hei, ini bahkan tidak bisa dimakan, bagaimana mungkin..." aku mengangkat kepalaku, menatapnya tidak percaya. Dia tertawa kecil, melap tangannya ke handuk kecil lalu berjalan mendekat padaku, "You know me, right?" dia mengelus kepalaku lalu bersiap-siap menuju kantor.


Ya, semuanya akan sesimple itu, ketika kau menemukan orang yang memang diciptakan untuk dirimu dan dirimu untuk diri orang tersebut.



Note:
Have a romantic moments with the person you love. - from me and him


Thursday, March 20, 2014

Lets Talk About

Angin.
Tak terlihat, tapi dapat dirasa.

Tanah.
Terinjak, tapi tak apa.

Api.
Membara, panas, dan membakar.

Air.
Terlihat tenang, menyenangkan, tapi terkadang tak terduga.

Batu.
Keras, padat, akankah bisa?

Cinta.
Siapa yang bisa menduganya?
Ada yang sepihak, saling berbalas, memaksakan, entahlah...
So, here you are. Here i am, lets talk about love

Tuesday, March 18, 2014

Before, Now and Then


Sudah lama, yah?
Tiga tahun? Empat tahun? Ah, yah, sekitar itu atau lebih mungkin.

Kau tahu, aku benci harus mengatakan ini, tapi, kau harus tahu apa yang kurasakan saat ini.

Kita bertemu, kita berkenalan. Kita lalu dekat karena nyaman satu sama lain. Terkadang kita bertengkar mengenai hal-hal kecil yang terkadang menjadi sedikit besar karena emosi sesaat atau yah, kau bisa bilang itu karena sifat keras kepala dan tak mau kalah kita? Ah, lupakan, sebelum kita meributkannya lagi.
Kemudian kita berbaikan menjadi lebih dekat dan juga saling memperhatikan satu sama lain. Agar nanti tak ada lagi keributan yang tidak diperluka yang ada hanyalah senyum, tawa, dan bahagia.
Tapi...itulah kita. Keinginan yang kita untuk selalu terus dan terus bersama, harus mengalah sejenak. Tolong, yakinkan aku jika memang keinginan itu hanya tertunda sejenak bukan untuk seterusnya.

Kenyataan saat ini, kita terpisah. Dipisahkan oleh jarak, waktu dan mimpi.


Kau...masih kau yang aku kenal dulu, kan?
Kau...masih kau yang kucintai dan mencintaiku, kan?
Kau...selalu memiliki tempat spesial di hati dan pikiranku.

Kau, aku rindu padamu.



To: Pimzgirls