Wednesday, December 27, 2017

At the End of the Day

  Bisa kukatakan, aku pernah bahagia. Bersama dia walau hanya untuk beberapa saat.

  Memoriku masih menyimpan rapat rekaman malam itu, jumpa pertama kita. Siapa bilang aku tidak gugup berjabat tangan denganmu? Jantungku berdebar sangat cepat. Sangat-sangat cepat. Mana mungkin kau percaya.
  Jangankan senyumanmu, pembawaanmu juga begitu hangat. Membuatku seolah merasa malam itu bukanlah jumpa pertama kita. Membuatku lupa dengan sepasang kekasih yang memperkenalkan kita. Masih ingat bagaimana mereka menggoda kita sepanjang jalan pulang?
  Ya, kau dan aku tertawa terbahak-bahak. Ah, maksudku, kau saja. Aku tertawa malu-malu.

  Kencan berikutnya hanya ada kau dan aku saja.
  Sepanjang jalan kau bercerita betapa kau ingin melakukan banyak hal. Diluar pekerjaanmu, tentunya. Bercerita mengenai keluargamu sebelum aku bertanya. Aku menyukainya. Meski bukan bagian dari masa lalumu, tapi aku menyukainya. Mengerti perlahan terbentuknya karaktermu.
 
  Aku merasa buruk.
  Kau begitu dewasa sementara aku masih anak-anak. Yang kutahu hanyalah bersenang-senang, membuat senyuman dimana-mana. Berbeda denganmu yang sudah mapan juga pekerja keras.
  Aku merasa tidak pantas.
  Kau ramah, baik, dan sempurna. Sosok pria dengan daftar jelas dalam hidupnya. Bukan seperti aku yang berantakan ini.
  Aku...entahlah, meski kau berada tepat di sebelahku, mengemudikan mobil dengan cerita sembari kita bernyanyi bersama Maroon 5 kala itu, aku merasa jarak diantara kita begitu jauh.
  Kau berada sangat jauh di atas anak tangga sana. Sementara aku hanya bisa mengagumi dari tempat kakiku berpijak.

  Aku bukan sosok yang bisa menemanimu dalam jangka waktu lama. Tapi kau perlu tahu, selama kau sendiri dan membutuhkan senyuman pada wajahmu sekedar untuk menghilangkan penat, aku ada di sini.
  Pria sepertimu lebih pantas bersama seorang wanita. Bukan gadis yang selalu berlagak dia mengerti apa pun seluk pikirannya sendiri. Kau lebih baik bersama dia yang memiliki kedewasaan sama denganmu. Sehingga dia tahu betapa kau setara dengannya. Bagaimana kalian akan berjalan dengan bergandengan tangan dan bukannya saling mengejar.

  Iya, aku tahu, kau pernah berkata: kita hanya perlu saling mengerti, saling memahami, dan belajar untuk bahagia bersama.
  Pemikiranku pun begitu. Kenyataannya, Aku belum bisa mengerti diriku sendiri, bagaimana aku bisa membuatmu paham?
  Aku belum bahagia dengan diriku sendiri, bagaimana mungkin aku berbahagia bersamamu? Apa yang akan kubagi untukmu?

  Kau adalah pria baik. Wanita mana pun pasti dengan suka rela memberikan hatinya untukmu. Sekali lagi, kau hanya perlu membuka kesempatan untuk mereka.

  Because at the end of the day, I'd be alone. And you deserve someone.

Tuesday, December 19, 2017

Stargazing

  Tidak semua orang memiliki kekuatan super mengubah kata-kata buruk yang kau ucapkan untuk menjadi motivasi. Sebagian mereka masih menjadikan itu sebuah benih. Kemudian melemparnya jauh pada sudut pikiran yang kemudian bertumbuh sebagai monster mengerikan. Membayangi setiap langkah dengan memasang senyuman bahagia seolah semuanya sempurna.
  Memang lucu, menyenangkan, menggelitik hingga membuatmu terpingkal ketika melontarkan kata-kata buruk itu entah sekedar bercanda atau memang kau bermaksud mematahkan setiap kekuatan yang dia punya untuk tetap berdiri tegak.
  Biar kuberitahu sesuatu, depresi dan anxiety itu ada, di sekitarmu. Tepat ketika kau membuka mata dan tidak menyadari keberadaannya. Mungkin kau tahu tapi tidak peduli. Beribu alasan kau siapkan seandainya dia datang menghampiri. Padahal yang dia inginkan hadirmu saja, cuma untuk mengusir monster itu sejenak.
  Dia tidak menginginkan pertanyaanmu yang menyudutkannya. Dia tidak membutuhkan kata-katamu yang hanya semakin menjatuhkannya. Dia hanya ingin hadirmu. Bersiapnya dirimu ketika suatu ketika dia memiliki keberanian untuk mengucapkan satu saja kata bukannya senyuman palsu itu.
  Lagi, kau tidak perlu memaksa apalagi sampai menjatuhkannya. Ucapanmu bisa jadi peluru pada dirinya. Ketahuilah, dia masih berperang dalam pikirannya. Tidak usah kau tembak terus dia. Satu-satunya yang dia inginkan adalah kemenangan atas dirinya sendiri. Jangan kau tambah pula musuh di sana.

  Ah, hal itu begitu mudah diatasi.
  Begini saja tidak bisa?
  Dasar kau, pecundang.
  Jadilah seperti dia.
  Kau itu bodoh sekali.
  Apa ini? Kau bercanda? Ini? 
  Kau aneh sekali. 
  Jelek sekali kau itu.
  Kau tidak akan bisa melakukannya, menyerahlah.
  Berhenti bermimpi.
  Kau tidak pantas.
  Berkaca dulu sana.
  Kau itu tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan darimu.
  Dasar orang gagal.
  Pulang saja sana.
  Lakukanlah sesuatu, jangan kau hanya diam seperti itu.
  Berbicaralah.
  Mati saja kau.

  Masih akan kau ucapkan sebagian kata-kata buruk yang kutulis di atas barisan ini?

  Depresi bukan sesuatu yang mudah. Bukan sesuatu yang akan dengan jentikan satu jari dan kau mengetahuinya. Tidak. Tapi mereka yang mengalaminya ada di sekitarmu. Tersenyum bersamamu. Bercanda tawa denganmu.
  Namun berteriak dalam hatinya. Menangis di pikirannya.
  Mental illness bukan hal yang bisa kau hadapi sendiri. Bukan berarti kau memang sendiri. Karena kau tidak sendiri.
  Jangan dengan mudahnya kau memberi saran jika itu hanya sebuah ucapan. Terkadang yang dibutuhkan hanyalah genggaman tanganmu. Keberadaanmu. Pelukan hangat darimu. Juga kau yang sabar mendengarkan. Kau yang dengan sabar terus bersamanya, memberikan dia kekuatan.
 

  Untukmu yang masih berperang dengan sisi gelap dirinya, tetaplah berjuang. Terima kasih karena terus bertahan. Ini tidak akan lama karena kau tidak sendirian. Jangan pernah merasa sendiri.
  Untukmu yang tidak mengerti betapa sulitnya menghadapi dunia di luar sana juga pikiranmu sendiri, berhentilah mengatakan hal-hal yang hanya menyakiti.

  Jika kau tidak bisa mengerti keadaan dari sisinya, kau tidak mengerti apa yang dialaminya, kau pun tidak punya hak untuk menghakiminya.

  Lagi kuingatkan, dia tidak memiliki kekuatan super untuk mengubah kata-kata burukmu itu menjadi baik.

  Berbuat baiklah, berkata baiklah. Semua orang siapa pun dia, dimana pun dia membutuhkan kebaikanmu. Bukan keburukan darimu.

  Be kind.



Thursday, December 14, 2017

December

  Here we go again, at the last month of the year. Funny how December will always have its own story. Especially mine.
 

  Jadi, beberapa hari lalu I'm stuck listening to spotify, Sara Bareilles. She's one of my favorite artist, singer, musician. But anyway, bukan itu sih cerita sebenarnya.
  Mungkin kalian sudah biasa dengar lagu Back to December nya tante Taylor Swift, yang selalu ngingetin sama mantan. Well, agak mirip sama masa lampau, lagu December milik kaka gue Sara Bareilles pun begitu. Lebih ke elu untuk terus jalan ke depan sih menurut gue cuman yah namanya masa lalu pasti akan teringat meski elu engga bakal balik ke sana.
 
  Ceritanya, many years ago when I was in love with this guy. I was lucky to have him and blessed for no longer with him as in relationship. There's a lot time with tears instead smile of happiness also lot of things.
  Ada suatu ketika dimana gue duduk dipojok kamar kosan, Magrib (around 5 or 6 PM, at that time). Kosan sepi, cuma gue yang enggak balik pulang kampung waktu itu. Jadilah gue cuman menunggu siapa pun yang menghubungi gue pada a day before christmas, hujan pula. Makin menjadilah kelabu gue di kamar berukuran .... ukuran berapa yah itu. Bentuknya trapesium pokoknya.
  Gue masih ingat cuman berbaring, dengerin suara hujan yang jatuh menghajar apa pun di depannya, sambil melihat ponsel di sebelah gue. Beberapa waktu sebelumnya keluarga telepon mengucapkan selamat hari malam natal. Setelah itu tidak ada.
  Jujur gue sempat merasa sangat-sangat kesepian. Hey, don't blame me. I was freaking alone, and no body texted me, not even my boyfriend. Yang sekarang sih udah mantan.
  Punggung gue bersandar pada dinginnya dinding kamar, masih gue duduk di tempat tidur. Memainkan ponsel diantara jemari. Saat itulah ada telepon masuk. Gue hapus lah itu cemberut sedih dari wajah dan mengukir senyuman. Beda banget sama suara yang gue keluarkan saat panggilan gue angkat.
  "Hm?"
  "Lagi dimana?" sahut dari seberang. Terdengar suara tawa dan mereka berbincang bersamanya. "Guys, be quite please, gue lagi telponan ini." serunya, menjauhkan ponsel. Gue tersenyum geli. Bahkan ketika mengingat ini gue harus break mengetik beberapa kali karena terbawa dalam kenangan itu.
  Mereka yang tadinya 'berisik' kemudian hening satu nada. Hanya beberapa saat setelah gue mendengar suara si dia dekat dengan ponselnya, sahutan demi sahutan terdengar dari sana. "Naruto, kapan main lagi sama kita?", "Naruto, Mickey mouse-", "Ah, berisik lu pada."
  Gue pun tertawa kala itu. Kalau saat mengetik ini, gue tersernyum lebar aja sih.
  Dia pun mengambil beberapa langkah menjauh dari mereka.
  "Selamat hari natal, sayang." katanya lirih, berhasil membuat gue terharu.
  "Masih besok kali." gue mengusap hidung, sebelum ingus nanti menghampiri. Jujur gue terenyuh. Walau kalau dipikir harusnya biasa aja sih.
  "Kamu sendirian ini dikosan?"
  Gue mengangguk menjawab pertanyaannya, "Iya.."
  "Ya udah nanti aku jemput ya. Engga usah sedih-sedih."
  Gue mengangguk lagi. Tersenyum haru.
  "Oh, Yang, ini ada yang mau ngomong."
 
  Gue mendengar grusak-grusuk, seperti rebutan benda kecil yang menjadi penghubung antara gue di kamar kosan itu dan mereka di suatu tempat, kafe apa gitu, gue lupa. Markas mereka di sana, seingat gue.
  "Narutooo~" begitu mendengar pemilik suara dari seberang, gue tertawa geli. "Hayo tebak ini siapa~"
  Gue sebutkan namanya.
  Bisa gue bayangkan pemilik suara berat yang sengaja dicentilkan itu mengangguk pelan. Wajahnya kocaknya sudah tergambar jelas di benak gue.
  "Selamat natal ya, Naruto. Nanti Mickey Mouse jemput, kita main sama-sama. Kalau Mickey Mouse engga kasih hadiah, gue yang gebukin deh."
  "Iyaa," tawa gue mendengar dia sudah mengeluh kesakitan, sepertinya mendapat pukulan pelan yang mengundang tawa gue semakin jelas. "Terima kasih ya,"
  "Oh, ini ada yang mau ngomong lagi."
  Ponsel diserahkan pada pemilik suara berikutnya. "Narutooo," kata pemilik suara itu.
  Jadilah gue tertawa, "Kalian pada kenapa sih, panggilnya gitu amat. Ada apaaa?" Balas gue mengikuti nada suara mereka.
 
  FYI, gue mengingat setiap mereka sembari tersenyum geli menulis ini. Oke, kita kembali ke cerita.

  "Selamat natal, Naruto. Nanti dijemput sama Mickey, kita main-main lagi ya."
  "Iya," gue mengangguk, "Siap."
  "Eh ada yang mau ngomong lagi ini."

  Jadilah gue tersenyum membalas mereka satu per satu mengucapkan selamat natal pada sehari sebelum natal. Sebagai penutup, dia si pemilik ponsel berkata seperti ini. "Ya udah, engga usah sedih, engga usah galau. Nanti aku jemput, ya?"
  Gue mengangguk ceria.
  "Oke semuanya, siap-siap," begitu dia berkata seperti itu, suaranya perlahan menjauh, membuat gue bingung. "Satu, dua-" katanya lagi, ponsel memang sengaja di jauhkan sepertinya.
  "Selamat hari natal Naruto!" ucap satu diantara mereka.
  "Ah, lu gimana sih, baru sampe dua ini."
  "Ya udah, ulang lagi, ulang lagi."
  Gue tertawa pelan mendengar ribut kecil di seberang sana. Beberapa kali mereka mengulang berucap tapi satu diantara mereka ada yang salah atau ketinggalan beberapa kata.
  Hingga akhirnya, dia berdehem, "Yang bener dong. Buat cewe gue ini."
  "Iya-iya." sahut mereka yang berkali-kali berbuat kesalahan.
  Terdengar hitungan tiga angka lalu seru sorak mereka, "Selamat hari natal untuk Naruto, Tuhan memberkati."
  "Terima kasih semuanya." jawab gue tidak kalah berseru pula.

  Akhirnya panggilan berakhir setelah dia berkata beberapa saat lagi dia akan datang untuk menjemput gue. Tidak ada rasa yang lebih bahagia ketika gue tidak harus menghadapi hari natal sendirian. Meski pun mereka berbeda keyakinan tapi gue sangat merasakan kehangatan natal malam itu. Walau pun cuman bersama nongkrong di kafe dengan mereka satu geng. Juga beberapa teman lainnya yang baru itu gue kenal.
 
  Salah satu hal sweet yang dia pernah lakuin buat gue dengan membawa teman-temannya serta. Cute sih. Bahkan gue masih merasa lucunya momen itu hingga kini. Setidaknya, elu enggak seburuk itu di memory gue (just incase he'd read this. He used to anyway).


  FYI, gue menulis satu judul ini dengan satu lagu. Yeap, December by Sara Bareilles. Also it was raining outside, even though ini bukan tanggal 24 Desember as in years ago, but berhasil banget membuat gue terbawa ke masa itu.
  So, buat kalian yang ingin menikmati dinginnya bulan Desember dengan hangatnya kenangan pada bulan sama di tahun sudah berlalu-lalu dulu, gue sangat menyarankan lagu ini. Bahkan untuk kalian yang sekedar menikmati minuman hangat dan menjalani hati, this song definitely one of them. Easy listening  sih soalnya.

  Also, I do wish, y'all have a great December.

Wednesday, November 22, 2017

Pemimpi

  Dunia seolah mengerikan dengan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Mereka akan tersenyum sembari mengambil setiap mimpi yang kau punya. Klasik tapi begitulah adanya.
  Lalu sebagian mereka akan berkata: kau bisa meraih setiap mimpimu. Andai saja mereka yang berkata seperti itu tiba lebih awal, mungkin masih ada mimpi tersisa. Nyatanya, semua habis kini kau pun hampa.

  Katanya, lawanlah dunia tunjukkan pada mereka. Tidakkah yang mengatakan itu mengerti, satu melawan berjuta hingga miliyaran umat manusia padahal kau pun bagian dari mereka?
  Katanya, jadikan setiap kata buruk itu motivasi untukmu berdiri. Belum juga yang berkata seperti itu memahami, situasi membuat seseorang menyadarkan kau dengan kata-kata buruknya.
  Katanya, katanya dan katanya. Dia pikir ini jaman Trio Kwek Kwek, ketika itu dia dan kau masih terlalu muda untuk takluk akan dunia.

  Siapa pun tidak bisa mengembalikan waktu pada masa yang diinginkannya. Meski kau berteriak menghabiskan suara, meski kau menangis meronta, meski setiap sudut amarahmu melawan, tetap saja kau akan kalah dengan waktu yang terus berjalan.

  Darimana akan datang kekuatan? Mereka bilang dari dalam dirimu sendiri.
  Padahal kau bukan lagi anak kecil yang dipanggil si Pemimpi. Kau sama saja dengan orang-orang kini. Tersenyum manis, merasakan hampa sembari berucap: kau pasti bisa mewujudkan mimpi.
  Begitu kosong namun menjadi kekuatan untuk mereka yang masih memilikinya.

  Sudah-sudah, jangan bersedih lagi. Tidak perlu berharap pada dirimu di masa lalu, jika yang datang hanyalah penyesalan berasa pilu. Kau lebih dari itu. Buktinya kau masih bisa berada di masa kini. Dengan senyuman terkadang palsu tapi kau kuat menahan diri. Kau bukan manusia lemah, justru mereka nanti akan lelah.
  

  Ayahku pernah berkata, untuk melompat tinggi kau perlu mengambil mundur beberapa langkah.

  Jangan kau takut untuk kalah, jangan sampai kau menyerah. Tidak apa-apa merasa hampa, karena begitulah di luar angkasa. Terbanglah ketika kau siap, tanpa perlu dipaksa. Setiap orang memiliki sepasang sayap mereka masing-masing. Setiap orang itu istimewa, begitu pula denganmu.
  Hanya karena kau berbeda dan pernah kalah, bukan berarti kau tidak bisa. 
  Mimpimu dirampas? Hempaskan. 
  Inspirasi bisa datang tanpa perlu kau minum kopi. 

  Dan kau tidak pernah sendiri. Jangan pernah kau merasa sepi.

Tuesday, November 21, 2017

Hmm...

  Pernah tidak, kau merindu tapi tidak tahu pada siapa akan dilabuhkan. Tidak tahu untuk apa rindu itu dihadirkan, tetap saja kau merasakannya. Tidak, tidak ada sesal di sana, hanya bingung saja. Siapa gerangan pemiliknya?

  Aku memikirkan sebuah nama tapi tidak, bukan dia. Lalu memberikan nama lainnya, juga bukan dia. Masih menduga-duga siapa dia. Seolah tidak ada yang sesuai.
  Tetap saja dia tanpa nama, dia yang tidak tahu seperti apa rupanya, dia yang...ah sudahlah, begitulah. Aku masih merindukan dirinya.
  Dia tidak memiliki kenangan pada masa yang silam, juga bukan untukku berbagi kelam. Ya, pokoknya begitulah.


Sunday, November 19, 2017

Untukmu

Aku mencintaimu meski kini kita berjauhan, ketika jarak selalu gagal untuk meruntuhkan.
Rindu menghampiriku saat kenangan terus diputarkan.
Dari senyuman hingga tangisan, semuanya rapat tersimpan.

Kau bertahan padaku yang berantakan.
Kau menjadi kekuatan untukku yang pernah dikalahkan.
Padamu aku pemenang bukannya pecundang.

Kita memang berbeda tapi tidak pernah jadi masalah.
Kehadiranmu di sisiku meski tempat memisahkan adalah sebuah anugerah.

Kuberharap ini sebentar saja sembari menanti waktu untuk lagi mempertemukan.
Kau yang selalu kudoakan, terma kasih telah ada dalam kehidupan.

Saturday, November 18, 2017

Honestly in Honesty

  Jangan hadir ketika dia terluka. Pergilah saat dia merasa sepi. Tidak perlu menjadi obat sementara. Hindari mengucapkan janji kosong belaka. Dia tidak membutuhkan itu. Kelak dia akan beralih membutuhkanmu.
  Tertariklah padanya seakan kau ingin tahu segala hal tentang dia. Dari apa yang disukainya hingga hal kecil yang dibencinya. Jadilah garam juga gula. Berikan setiap rasa berbeda untuknya.
   Benar juga, dia terlalu berbahaya. Jika kau ragu, mundurlah. Kalau kau hanya mencoba keberuntungan, hilanglah. Dia tidak membutuhkan itu. Kelak dia akan menangis karena merindu.
   Ya, dia memiliki banyak luka. Terkadang kenangan menjadi bagian favoritnya. Masa lalu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Jangan sampai kau terjebak di dalam sana.
   Lagi, menyerahlah sebelum terlambat. Dia bukan orang yang kuat. Cukup dengan setiap tetes air mata pada goresan kulit terbuka. Tidak perlu kau tambah lagi air cuka. Biarkan saja dia sendiri. Toh, dia sudah terbiasa.

   Bahagialah tanpa membawanya serta. Tidak diinginkannya kepalsuan belaka. Tersenyumlah ketika kau menyapa, semudah itu pula dia akan membalasnya. 

Friday, November 17, 2017

Bulan

Aku tidak sempurna seperti bulan purnama. Senyuman ini masih menyimpan banyak luka tanpa perlu kubercerita. Tetap memaksa untuk terus ceria karena hanya itu yang kubisa.
Terkadang takut dengan setiap monster yang bersembunyi di dalam sana. Gelapnya menyiksa. Tidak bisakah kau tinggal lebih lama?
Setiap kata tertahan seolah dipenjara lidah. Mungkin kau bisa melihat teriakanku dari sepasang mata. 
Ah, begini rupanya. 
Ketika kau menginginkan seseorang untuk terus ada tetapi kau bukanlah dia yang berharga.
Ah, begini rasanya.
Ketika kau menginginkan dia menemanimu tanpa perlu curiga.
Ah, begini ternyata.
Ketika aku menginginkan kau dengan segala kekhawatiran.

Bingung, kan? 

Thursday, November 16, 2017

Been a While

  Sebelum menulis postingan kembali pada blog ini, gue menyempatkan diri membaca kembali postingan lama dan ya jujur beberapa pula gue putuskan untuk masuk dalam draft. Kenapa? Karena tidak begitu penting saja untuk tetap berada lama di sana.
  Anyway, cukup jauh juga jarak antara postingan sebelumnya dengan postingan ini. Entah kenapa gue berharap masih ada yang menyempatkan waktunya untuk kembali membaca beberapa kata mau pun sampah gue.
  Ya, memang ini bukan diary online gue. Tapi terkadang curahan inspirasi itu datang dari hati. Keren enggak tuh kata-kata gue barusan. 
  
  Begitu banyak alasan kenapa gue menghilang untuk waktu yang enggak sebentar. Salah satunya, problematika kehidupan. Yep, ketika masalah (aka problems) membawa serta hitung-hitungan (aka matematika). Gue terhitung lemah dalam angka. Bahkan terkadang gue lupa usia gue berapa, berpikir seperti siapa, hingga berlagak meniru apa. Pastinya jawabannya bukan bayi kok.
  Kenyataannya, gue membiarkan problematika kehidupan mengalahkan gue, telak (waktu itu). Gue mengirim diri untuk waktu yang cukup lama dari dunia yang paling gue sukai: menulis. Biar kayak enggak santai gitu makanya gue bold.
  
  Setidaknya gue kembali. Somehow I feel glad about it dan selebihnya gue merasa lapar. Lapar akan menulis banyak hal hingga beneran lapar ketika mengetik kata demi kata. Ah, sudahlah, harusnya yang kedua enggak perlu gue umbar.
  (another) Anyway, gue mau mengucapkan terima kasih pada siapa saja yang akan menjadi inspriasi pada tulisan gue nanti. Entah itu memang tokoh fiksi atau memang elu yang nyata di sini. Toh enggak bakal gue tulis beneran nama lu. Tebak-tebak saja, siapa tahu enggak berhadiah.
  (and another) Anyway, gue harap siapa pun elu yang masih menyempatkan diri, memaksakan mata, menggerakkan jemari, dan apa pun yang sedang lu lakukan sembari membaca ini, terima kasih. Apalah fungsinya gue menulis ini kalau tiada hadirnya elu di sini. Eaaa, sampah dululah.

  Gue rasa segini dululah ya, kata sambutan dari gue yang telah kembali. Semoga belum basi untuk kalian. 
  See you around!



  With so much love until you'd say enough,




   Steph
  (aka me)